Dengan langkah tegap, kaki-kaki kecil itu menaiki undakan-undakan candi. Sesekali tawa riangnya terdengar, manakala sarung batik yang dikenakannya menghambat langkah menuju puncak. “Ayo, bisa nggak? Udah capek belum?” tanyaku. Wajah berbentuk bulan itu menggeleng dengan keras.
Tanpa ragu, langkah kakinya semakin mantap menaiki undakan. Satu persatu ditapakinya. Di pertengahan undakan, mulai terdengar napas memburu. Saling berkejaran. Napasku dan napasnya mulai bersaing. Tawa yang tadinya selalu terdengar berganti dengan helaan napas yang semakin kencang. Wajahnya memerah.
“Kita istirahat dulu ya,” ajakku saat melihatnya mulai memijit kaki. Ia mengangguk lemah, menyerah pada tingginya undakan yang akan dicapainya.
“Aku ingin sampai di atas,” ucapnya lirih sambil menunjuk pada puncak Candi Borobudur, candi kebanggaan bangsa Indonesia, dan merupakan tujuh keajaiban dunia.
Aku menggangguk dan berjanji setelah ia melepas lelah kami akan melanjutkan pendakian menuju puncak Borobudur.
Wajah berbentuk bulan itu tersenyum lebar. Putri kecilku itu sudah lama ingin berkunjung ke Borobudur. Selama ini, ia hanya mengetahui ceritanya dari pelajaran sejarah di sekolah dan cerita teman-temannya yang lebih dulu berkunjung ke candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah itu.
Tak terkira kebahagiaan yang terpancar di wajahnya ketika akhir kami memutuskan untuk berlibur dan mengunjungi Candi Borobudur yang termashyur itu.
Dari Wikipedia, dituliskan Borobudur adalah candi Buddha yang didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Borobudur adalah potret mahakarya yang terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Potret Mahakarya Indonesia yang dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Kekaguman putri kecilku pada Potret Mahakarya Indonesia bernama Candi Borobudur itu, membuatnya tak gentar untuk mencoba menapak undakan-undakan menuju puncak candi. Satu persatu undakan dinaikinya dengan penuh semangat, terbayang semangat orang-orang yang membuat candi tersebut sebagai tanda cinta pada sang raja.
Di antara napas yang memburu dan wajah memerah, akhirnya kami tiba di puncak candi. Aura candi yang mistis menjalari seluruh ruang napas. Kami terdiam, mematung memandang takjub pada sekeliling candi. Betapa mahakarya yang indah. Napas memburu perlahan mulai mereda. “Ya Allah bagus banget ya,” seru putri kecilku, dan sontak menyadarkan kami akan sekeliling.
Kekaguman putri kecilku, pasti juga dirasakan oleh semua orang yang telah mengunjungi Borobudur. Keindahan yang tak terlukiskan dengan kata-kata pada Potret Mahakarya bangsa Indonesia. Dan sebagai warisan budaya bangsa, adalah kewajiban kita untuk bangga dan melestarikan keindahan Candi Borobudur itu.
Ini ceritaku tentang Borobudur sang Potret Mahakarya Indonesia, apa ceritamu tentangnya?
Tulisan ini terinspirasi dari foto hasil karya Arif Otto berjudul Borobudur Mystic, yang merupakan peserta lomba Foto Potret Mahakarya Dji Samsoe (www.djisamsoe.com)
tidak akan bosan mengunjungi candi Borobudur
abis dari budur ya???
kok gak mampir ke rumahku?
baru baca aja rasanya udah kagum banget bun….
kapan yach bisa kesana…. belum pernah kesana aku. T_T
Saya masih penasaran dengan foto-foto Borobudur dari Situmbuk, ternyata harus bayar ya…
I always love Borobudur maak…dan sempet liburan ke jogja bareng Obi et Obi a couple months a go…musti segera diblogkeun :D…plus foto2 serunya yaah :D….sedihnya mak…Borobudur sudah tidak masuk keajaiban dunia lagi mbaaa…tapi tetap terdaftar UNESCO world heritage…
Gw terakhir ke borobudur waktu Fayra umur 2,5 tahun deh.
Kali itu karena bawa 2 anak lincah, gak berani gw naik sampai puncaknya.
Tapi anak2 seneng banget liat borobudur, walo mereka belum paham sejarahnya
Udah lama nggak ke borobudur. Ntah masih kuat sampai atas nggak ya
Pengen ngajak anak2 ke sini mbak.
sejak pengelolanya mengubah aturan berpakaian bagi pengunjung, saya belum ke sana lagi sih. mesti dicoba nih. hmmm
belum kesampaian bawa pascal kesana nih mbak
terakhir kali saya ke borobudur waktu kelas 6 SD tuh hehehe
semoga bisa kesana lagi waktu kopdar Blogger Nusantara
Wah mau datang ke kopdar BlogNus ya, semoga bisa bertemu dengan blogger lainnya ya 🙂
Waaaah, jadi kangen ke borobudur 😀 waktu kecil sering ikut ibuk ke borobudur sambil nganterin muridnya. pas udah gede malah jarang 😀
pasti ibuknya guru ya, sama seperti almarhumah mama saya 🙂
Bahasanya indah sekali makpuh… suka banget borobudur, sayang belum kesampaian liat sunrisenya.
Iya, sama, aku juga belum sempat 🙁 suatu saat harus ke sana lagi untuk sunrisenya.
aku suka borobudur. terasa begitu mistis. apalagi saat waisak lalu aku kesna mbak.. indaaah banget