Rajasa berlarian sepanjang koridor Bandara Juanda. 15 menit lagi untuk boarding. “Untung sudah chek in online, kalau nggak bisa ketinggalan pesawat! Semua ini gara-gara Tristan. Awas, kubalas nanti perbuatanmu!” gerutu laki-laki berusia 17 tahun itu. Huft! Rajasa sudah duduk nyaman di dalam pesawat yang akan membawanya kembali ke Jakarta. “See you again, Pulau Garam”.
Tristan, 17 tahun, tertawa terbahak-bahak membaca email yang baru diterimanya. Dengan bersemangat ia mengetik balasan email untuk si pengirim. “Salahmu, sudah gue bilang jangan makan banyak-banyak kenapa masih dimakan juga. Eh, waktu loe pulang, loe merasa ada yang ngikutin nggak? Si Lutfie sakit, kata Bapaknya karena ada yang ngikutin saat kembali dari mercu suar.”
Di kampus, Rajasa dan teman-temannya membahas sakitnya Lutfie. Antara percaya dan tidak percaya, mereka merasa khawatir juga saat mendengar cerita Tristan. Masa sih di jaman digital begini masih ada yang percaya sama mistik. Masih ada yang menganggap suatu tempat keramat karena peninggalan masa Belanda. Lagi pula saat mereka pergi ke mercusuar itu, tempatnya nggak serem kok. Walau nggak bersih-bersih amat, cukup terawatlah.
Rajasa dan Tristan memutuskan untuk menjenguk Lutfie ke kampung halamannya. Rajasa senang bisa kembali mengunjungi Madura. Pulau garam yang menyimpan banyak keindahan yang belum banyak dipublikasikan. Padahal, saat diajak Tristan dan Lutfie ke Pulau Madura, Rajasa sempat menolak dan tidak tertarik sama sekali karena menurutnya apa yang seru di pulau, yang bahkan lapangan pesawat terbang saja tidak ada. Madura bagi Rajasa, hanya seputar sate dan soto.
Kembali ke Madura, kembali berpetualang! Bersama dengan kawan baru mereka, Dendy, dua remaja itu menelusuri jejak yang seperti diutarakan Bapaknya Lutfie, membuat anaknya sakit.
kaya nam anakny sarseh ya rajata 🙂
Keren mbak ada maduranya juga hehehe
Nulis yang beginian gue blm bisa Mak… # ini anak ndeso kok bilang ‘gue’ qiqiqiqiqi
Ayo belajar menulis fiksi, mudah kok 🙂
Font italicnya kebanyakan tuh. Harusnya khusus dialog saja. Haha.. Mulai kalimat “gerutu lelaki bla bla.. ” harusnya gak pakai italic.
Halah, itu permintaan dari orang yang kasih tugas. Ini postingan tugas nulis fiksi 😀
Top bener deh Mba Indjul ini, masih gauuul. Keren kayanya ceritanya. Cuma rada gimana gitu ada anak umur belasan namanya Rajasa 😀 Eh gak papa juga sih. Tapi kalo Tristan oke..
Hihihi, entah kenapa dari dulu aku terpesona dengan nama Rajasa atau Rajata, juga Tristan. Kalau punya anak laki, ingin dinamakan itu 🙂
Thanks koreksinya, Pritha :*
kok gue baca judulnya jadi “Lingkar Pinggang” sih? *lirik timbangan 😐
jelek, jelek, jelek :p
*lindes ragil pakai traktor*
rajasa, tristan dendy dan lutfie..semoga kisahnya bisa berkelanjutan untuk diterbitkan menjadi buku….keep happy blogging always..salam dari Makassar 🙂
Bisa dilanjutkan kisahnya
Salam hangat dari Surabaya
Siap, Pakde, nanti dilanjutkan 🙂
ada kelanjutannya ya?
Iya, ada kelanjutannya. Ini tugas menulis fiksi di Grup Blogfam yang saya ikuti 🙂
Mak, itu Tristan napa pakai elo gue. Bukannya orang Madura ^^
Tristan itu anak Jakarta, tapi berdarah Madura. Lutfie yang anak Madura asli 🙂
Thanks buat koreksinya.