“Anak dipaksa belajar bukan karena gemar, tetapi hanya agar lulus ujian” – @Bukik (Ayah, Blogger, Fasilitator, dan akhirnya Penulis Buku)
Karena tak ada kabar resensi yang saya buat untuk satu media cetak, akhirnya posting di blog sajalah, yang pasti lebih berguna 🙂
Buku ini sudah lama sekali saya terima langsung dari Penulisnya, Bukik Setiawan. Buku lama, namun tak bosan untuk dibaca. Beberapa kali, saya membaca buku ini untuk mencari kata-kata yang layak dijadikan quote, atau untuk merenung kalau tiga anak saya: Taruli, Kayla dan Tio, uring-uringan terutama kalau disuruh belajar 🙂
Entah kenapa, belajar itu seperti jadi “momok” buat ketiga anak saya, terutama buat si nomor dua, Kayla. Sebenarnya, saya bukan tipe ibu yang suka memaksa-maksa anaknya untuk rajin belajar terutama saat ujian (UTS, UKK). Buat saya, belajar harus dari kesadaran anak sendiri, percuma dipaksa kalau anaknya malas malah jadi pertengkaran tak berujung.
Tapi (tetap ada tapinya, hehehe), ingin rasanya melihat Kayla duduk manis di kursi belajarnya, membaca buku-buku pelajaran atau mengerjakan soal dari buku-buku latihan dari sekolahnya. Tapi, dia malah asyik baca komik, Youtube-an, atau main Minecraft.
Dan, setelah saya tuntas membaca buku: Anak Bukan Kertas Kosong ini, saya serasa dikuliti habis-habisan karena seperti yang tertulis di buku, “Anak bukan kertas kosong melainkan benih kehidupan yang utuh. Pendidikan bukanlah mencekoki anak dengan berjuta pengetahuan dan kebenaran menurut orang dewasa. Pendidikan adalah proses menumbuhkan benih kehidupan yang utuh untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakatnya”.
Setiap Anak Itu Istimewa
Buku yang dituliskan menjadi sepuluh bab ini. Tiap bab ditulis dengan menarik. Seperti misalnya Bab pertama bercerita tentang zaman kreatif yang akan menjadi zaman bagi anak-anak kelak, terutama saat kelak bekerja atau berkarier. Tidak hanya menceritakan tentang lahirnya Zaman Kreatif, tetapi juga tantangan-tantangan yang menyertai zaman kreatif.
Di bab ini disebutkan, zaman digital telah mengubah makna karier. Karier bukanlah sesuatu yang dibangun setelah selesai tahap belajar. “Ketika belajar adalah berkarya, maka setiap kali seseorang belajar, sebenarnya ia sedang membangun kariernya. Belajar adalah berkarier”.
Dan bagi anak, belajar adalah bermain. Bermain, belajar dan berkarier menjadi sebuah proses simultan.
Bab dua, mengulas tentang Pendidikan yang Menumbuhkan.
Berdasarkan pengalamannya terutama dalam membimbing Damai, putri semata wayangnya, Bukik merasakan bahwa sistem pendidikan konvensional dibangun berdasarkan anggapan Anak adalah Kertas Kosong, yang orang dewasa berhak menggambar dan mewarnai di atas kertas kosong itu. Jika sudah tidak berguna? Dibuang. Orang dewasa merasa lebih tahu dan lebih benar, sehingga membenarkan tindakan untuk memaksa anak. Anak harus belajar begitu banyak pengetahuan yang sama sekali tidak diminati anak.
Betul kan? Saya termasuk salah satu orang tua yang suka memaksakan kehendak kepada anak! Dengan seenaknya, saya menggambarkan keinginan apa yang harus anak-anak lakukan. Berhasil? Tidak! Taruli, si sulung, memilih sekolah lanjutannya sendiri dengan masuk pesantren dan sekarang untuk sekolah menengahnya pun dia memilih sendiri dengan pilihan Madrasah Aliyah, bukan SMU seperti keinginan saya.
Pada bab tiga, Bukik mengulas konsepsi mengenai anak sebagai benih kehidupan yang utuh, bukan kertas kosong.
Karena rajin membaca blognya Mas Bukik, saya tak heran kalau bab-bab berikutnya di buku Anak Bukan Kertas Kosong ini ditulis dengan runtun dan menarik. Banyak kata-kata yang patut kita renungkan. Di bab berikutnya, Bukik mengajak pembacanya, terutama pembaca orangtua untuk mengetahui pengembangan bakat anak. Bagaimana siklus perkembangan bakat anak sejak kecil hingga fase berkarier, sehingga orangtua dapat berperan dan bersikap yang tepat dalam mengembangkan bakat anak.
Menariknya lagi, bab sembilan berisi latihan bagi orangtua yang ingin menumbuhkan bakat anak. Dan bab terakhir, panduan bagi orangtua untuk mengenali kecerdasan majemuk anak, serta panduan bagi orangtua untuk menstimuli anak agar gemar dan tekun belajar mengembangkan bakatnya.
Bagi saya, buku Anak Bukan Kertas Kosong ini bisa menjadi panduan atau telaah, jika kita ingin memahami apa keinginan anak kita terutama dalam bakat dan mengembangkan diri. Karena menjadi orangtua harus terus belajar kan? Melalui sekolah yang bernama Anak.
Satu yang agak nggak nyaman buat saya dari buku ini, banyak sekali endorsement (lebih dari 10 orang). Ini karena memang saya tidak begitu suka membaca endorsement, apalagi dari satu buku yang menurut saya adalah buku yang menarik. Must Read!
Aku mampiiir ? punya buku ini. Dikasih sama bulik.. bolak balik, terasa dada nyesek ? kok iyaya. Isinyaaa. Dulu jg sbg anak, memang agak disetir. Tapi lucky, aku anak ke-3 nggak terlalu disetir bgt kayak yg 1 & 2 ? malah makin besar yaudah dilepas ajaa gitu. (Aku curhat jadinyaaa)
Setuju buku ini must read
Aku mikir banget besok kalau punya anak belajarnya gimana, sekolahnya.. huhuhu
endorsment itu wajib gak sih mbak?
Wajib nggak wajib sih, Lidya. Tapi memang sebaiknya ada endorsement apalagi buat buku non fiksi.
Bukunya menarik ya makpuh. Untuk soal belajar, anak-anak kubebaskan belajar sendiri di rumah, nggak les pelajaran seperti kebanyakan teman-temannya. Kadang gemes juga melihat mereka kalo belajar paling2 cuma 1 jam selesai, belajar juga kalo mau ulangan. Aku cuma mengingatkan mereka saja konsekuensinya kalo nggak serius belajar, nilainya bisa jelek dll. Tapi memang nilai bagus di sekolah tidak menjamin juga suksesnya di masa mendatang. Skill/ketrampilan di bidang tertentu juga berperan. Nah ini anakku masih belum keliatan bakatnya yg paling menonjol dimana, ini suka itu suka 😀
Jadi pingin beli buku ini dan menghadiahkannya ke adik-adik yang sudah punya anak :)))
beneer banget mak
suka deh, setiap orang tua wajib belajar, melalui sekolah yang bernama Anak.
coz anak2 selalu memberikan pelaharan hidup buat ortunya ya mak
*belon pernah baca bukunya, cukup baca disini aja udah jelas
Saya belum baca mbak Injul.. pingin diceritain sampean aja deh isinya kalau nanti kita kembali bersua
met sahur mbak Injul
Setuju banget kalo karier dibangun sejak anak mulai belajar, dia yg menentukan mau kemana nanti nya.
Kalo anak ngak demen akademik, tapi punya bakat di musik atau melukis misalnya, yaa diarahkan biar jadi seniman 🙂
Sejak menikah, aku sendiri memutuskan untuk tidak terlalu memaksakan berbagai asupan pendidikan ke anak2. Meskipun tetap mengontrol perkembangannya. Yang penting, gimana anak2 di rumah nerasa nyaman. Karena sependek pengalamanku, kalau mereka nyaman malah semangat belajarnya. Dan mempertahankan kenyamanan itulah jadi PR besar buatku ke depannya.
Waah jadi pengen punya bukunya.. Ulasannya menarik.. Aku suka banget baca tulisan mba.kyknya ngalirnya asikkk. Ikutan belajar jadinya… Mau nulis resensi buku jg tp belum pede iihh… Liat ini jd srmangat… Hehe
Waktu SD sampai SMP saya anak yang kalau belajar tuh mesti disuruh dulu, setelah SMA ga ada PRpun saya kerjain tuh LKS walau belum masuk bab yang diajarkan.. Orang tua juga sudah gak nyuruh-nyuruh lagi. Tapi bener, belajar dengan keinginan sendiri memang lebih “masuk” pelajarannya 😀
Intinya sih di buku ini memang untuk membiarkan anak belajar dengan keinginan sendiri, bukan karena orang tua 🙂
Tentang belajar dan sekolah, aku juga lagi galau nih mak.. Anak-anakku kan sekolah di Madagascar dengan kurikulum juga mata pelajaran yang jauh banget bedanya sama di Indonesia.. Awal masuk dulu udah harus penyesuaian, tahun depan mau balik ke Indonesia kebayang lagi penyesuaian yg harus dilakukan yang pasti nggak gampang.. Jadi kalau untuk nilai yang bentuknya angka-angka aku sama sekali nggak nargetin apa-apa..
Benar ya ke depannya tantangan mereka bakal berbeda dengan masa-masa kita .. Memang kreatifitas lebih dibutuhkan… nggak melulu kognisinya. Tugas kita menyemai benih kehidupan yang utuh itu tak hanya menggambari. Makasih mak sharingnya.. ^^
Pengen banget baca buku ini, kira2 masih ready stock nggak yaa, bekal saya sebagai ortu utk mendidik anak2
MakPuuuh, Orin jg suka sebel kalo banyak endorsement, suka diskip aja baca isinya dulu hihihi
memang benar kadang kta menganggap anak2 gak bisa apa2 atau gak mengerti padahal mereka banayk belajar dari penglamannya. Aku sih suka banget mengajarkan anak sambil bermain dan merangsang untuk berkreasi
Insya Allah anak2ku belajar karena mengerti apa yg ingin mrk capai. Lha mau maksa gimana wong udah nggak paham pelajarannya. Skrg si kakak lagi senang organisasi, jd panitia ini itu disekolahnya smp bela2in tetap ke sekolah meski libur. Konsekuensinya, rankingnya turun krn terlalu sibuk event. Kalau adiknya lg suka musik, pentas sana sini meskipun permainan gitarnya blm istimewa & msh jd pemain pelengkap tp aku support apapun yg bikin dia senang. Anak2ku nggak melulu hrs duduk diem baca buku ngapalin pelajaran & les pelajaran smp bererot. Aku jg nggak kasih hadiah klo nilai bagus krn tujuan belajar bukan krn iming2 spt itu tp krn kemauan mrk sendiri.
harusnya buku ini saya baca bersama mertua agar ibu mertua saya pun tidak terlalu menyetir .. makasih ya Mak Juli. Senang sekali berkenalan denganmu dan ulasan yg lepas landas 🙂
Saya tidak bisa memaksakan treatment yang sama pada ketiga anak saya makpuh. Anak pertama dan bungsu begitu mudah mengikuti tehnik belajar mengajar dari saya, tapi anak yang tengah, susah sekali. Akhirnya, saya mencoba lebih santai dan tidka banyak menargetkan suatu hal utk dikuasainya. Akhirnya sih memang ada perubahan walaupun masih belum masuk standar saya mak 🙂
Bukunya menarik ya..jadi ingin punya, meluncur ke toko bukuuuu 🙂
mbaaaak…
Duh, berasa di-iya-in banget sih baca postingan ini…
Fathir sebenernya udah lulus TK B dan seharusnya udah bisa masuk SD tahun ini mbak..
Tapiii…dia itu selalu males2an kalo disuruh belajar baca atau nulis…
Banyak yang menyarankan untuk les calistung yang intensif aja 3 bulanan dijamin bisa baca…
Tapi aku kok gak tega yah, secara anaknya kelihatan masih pengen main…
Akhirnya tahun ini dia aku masukin TK setahun lagi deh mbaaak…tahun depan aja masuk SD nya…huhuhu…
*ini kenapa curhat di postingan mbak Injul*
ah quote ttg pendidikan itu rasanya makjleb tp saya akui saya jg dulu plg males d suruh belajar hehehe.
Hihihihi, sepertinya setiap anak kecil pasti ada malasnya belajar ya.
Waktu daku kecil juga gitu 😀
JAdi inget waktu kecil sering dipaksa sama alm abah buat belajar,tapi aku sukanya kabur malah main ke rumah tetangga hahahah. badung banget ya sayah hehehe…
jadi pingin bukunya,ini dijual di toko buku kan makpuh??
Sudah ada di toko buku, terutama toko buku besar seperti gramedia dan gunung agung ya. Nggak mahal harganya, berguna sekali bukunya. Aku aja masih suka baca, diulang 😀
Tuntutan dari lingkungan membuat orang tua ikut ‘menekan’ anak. Orang tua harus terus belajar dan tahan terhadap tekanan lingkungan Mak 🙂
Betul sekali Rizka, dirimu pasti paham lah ya 🙂
Wajar sih kalau ortu terkadang memaksakan kehendak pada anaknya karena kan mau yang terbaik untuk anaknya. IMHO Namun lebih baik memang perlu dikomunikasikan agar bisa ketemu titik tengahnya.
Betul, Ika, tapi zaman sekarang ini, terlalu memaksa bisa berakibat tak baik buat anak-anaknya 🙂
Menarik Mba 🙂
Terkadang paksaan juga datang dari lingkungan. Anak saya yg ngga Les jadi Les juga karena semua temen2nya Les. Kayaknya ini buku wajib dibaca orang Tua deh. Thank you resensinya.
Sama-sama Mbak Ruth, senang ulasan ini bermanfaat 🙂
Saya belum punya anak mba injul, jadi belum ngerti2 bener nih…Tapi yang pasti bisa dijadikan pengetahuan untuk bekal tentang gimana cara mengasuh anak nanti hehe…
Hehehe, nggak masalah Handdriati, senang bisa bermanfaat buat siapa saja 🙂
Bukunya udah punya, sekarang lagi proses nyelesein.
Semangaattt
Ayo, Re, selesaikan dan bikin ulasannya juga 😀
Must read beneran ini ya Mak, pengin ngerti itu gimana utk mempertajam bakat. So far sih aku seperti dirimu yg enggak paksa utk belajar, apalagi sulungku masih SD, masih masuk usia belajar dengan bermain. Perasaan sih udah baik padanya dg tdk memaksa dia les ini itu, tp tetep butuh wacana sebanyak2nya agar lebih pas lagi dalam mengarahkan anak sesuai kemampuannya.
Setuju Uniek, karena menjadi orang tua itu nggak pernah putus untuk belajar dalam memahami anak-anaknya 😀
Berasa di sinari philips leads..pikiranku langsung cerah seketika…
Kmren2 aku smpet pgn gt mak si kecil ken anteng, duduk manis sambil belajar ini itu, sperti anak temen kuliahku yg skrg udh hafal hurup abjad, sayangnya ken anak yg nggak bs diem, ky’ cacing kepanasan,jd nggk bs belajar kayak gt, dipaksa jg gk bs, ujung2nya malah ngambek tu anak.
Tapi abis baca tulisan mak indjul, daku jd tercerahkan, anak bukan kertas kosong, meskipun si kecil ken masih kecil, tp mungkin dia udh punya passion sendiri…
Makasih bnyak mak indjul, pgn cari bukunya ah…eh blognya dulu ding..
Yup, walaupun masih kecil, Ken tetap harus dikasih kebebasan mak Inda 🙂
Thanks sudah mampir ya.