Kebohongan-kebohongan Mama

[youtube=http://youtu.be/1NSGJB7Fe1s]

Kepergianmu adalah kehilangan terbesarku. Kesedihan yang susah dihapuskan, bahkan setelah dua bulan kepergianmu.

Namun, mengetahui kebohongan-kebohongan yang telah kau lakukan selama ini, sangat sangat menyakitkan hati. Hingga kini, aku selalu bertanya-tanya kenapa kau lakukan hal itu.

Kenapa seluruh hidupmu penuh dengan kebohongan, Mama?

Terbayang jelas dalam benakku, kebohongan pertama yang kau lakukan. “Mama nggak punya uang,” jawabmu ketika aku meminta uang jajan lebih saat masih bersekolah di SD. Aku memaksa meminta karena melihat teman-teman yang memiliki uang banyak, sementara dirimu hanya memberi uang jajan sekedarnya. Ternyata uang itu kau simpan, demi mengajak kami, anak-anakmu makan di restoran agar tahu bagaimana rasanya makan di restoran.

Kau hanya tersenyum ketika aku menuduhmu memata-matai pergaulanku dengan teman-teman, dan pria-pria yang menyukaiku. Kau bilang tidak suka melihat teman-temanku, tapi kau mengundang mereka untuk datang ke rumah, bahkan menyajikan masakan terbaikmu.

Kebohongan ketigamu, saat aku menikah! Kau bilang tidak perlu anak perempuan memakai perhiasan yang mahal-mahal ketika aku minta dibelikan kalung emas saat ingin menghadiri Sweet Seventeen Party, teman SMAku. Bukan kalung emas yang kudapatkan, tetapi seperangkat perhiasan berlian yang kau kumpulkan satu demi satu agar aku terlihat gemerlap saat menikah.

 

Aku heran, kau selalu mengatakan tak punya uang. Bahkan untuk membeli bajumu sendiri, kau suka ragu, berpikir lama dan akhirnya tak jadi beli padahal aku tahu untuk seorang perempuan pekerja seperti dirimu, yang menyukai keindahan, yang di masa kecilmu (seperti yang sering kau ceritakan) sering memakai pakaian baru, bukan hal yang sulit untuk membeli baju dengan uangmu sendiri. Kau berbohong tak punya uang, agar bisa meminjamkan uang tersebut kepada anak-anakmu, jika kami kekurangan uang.

Betapa sedih hati kami, saat kau berbohong mengatakan dirimu kuat, tegar, ketika Bapak pergi untuk selamanya meninggalkanmu, sendiri. “Mama nggak apa-apa, saya kuat,” ketika kami bertanya mengapa kau tak menangis sesunggukkan saat Bapak meninggal dunia.

“Sudah, saya sudah makan,” jawabmu ketika kami bertanya karena kami tahu kau tak berselera untuk makan sejak Bapak tak ada, karena selama ini Bapaklah yang kerap mengajakmu makan, mengingatkanmu bahkan memasak makanan kesukaanmu.

“Mama sakit?” tanyaku ketika melihat wajahmu pucat. “Tidak. Janganlah saya sakit. Mahal kalau berobat,” jawabmu. Ini kebohonganmu yang ketujuh, Mama! Diam-diam, kau simpan sendiri rasa sakit di perutmu yang semakin membesar. Kau tak mau mengeluh karena tak ingin membuat kami resah.

Kebohongan demi kebohongan kau lakukan untuk menyembunyikan sakitmu, agar kami tak resah. Hingga akhirnya kau menyerah, meminta kami untuk membawamu ke rumah sakit. Dan rasanya bagai petir menyambar di siang hari, ketika dokter yang memeriksa bahwa kecil kemungkinan untukmu sembuh total bahkan dokter memprediksi hidupmu hanya tinggal hitungan jari.

Kau mengutuk dokter itu. “Apa haknya menvonis hidup orang tinggal sebentar,” gerammu. Kami hanya bisa menangis. Kami takut kehilangan dirimu. Namun, kebohongan kembali menguasaimu. “Hei, kenapa kalian menangis, saya belum mati. Perut saya ini cuma sakit biasa, karena malas makan.”

Kini, aku hanya bisa merenungi kebohonganmu yang terakhir, ketika kau pergi untuk selamanya. Kau berkata tak akan pergi meninggalkan kami secepat ini. “Lihat ini, saya sudah sehat,” katamu sambil memperlihatkan perutmu yang sudah mengecil setelah dikemoterapi.

“Saya sudah makan banyak. Saya harus terus hidup untuk melihat cucu-cucu saya besar. Saya mau menghadiri wisuda si Ririn. Saya mau pergi umroh sama kalian,” katamu di saat kita berkumpul bersama di Hari Raya Idul Fitri lalu.

Tapi, kau tak jujur kepada kami. Kau tak mengatakan kalau lidahmu sudah tak merasakan kelezatan makanan itu. Perutmu semakin menyiksa dan membuat dadamu sesak.

Kenapa Mama, kenapa terus menerus berbohong?

Kenapa berbohong demi kebahagiaan kami?

Kini, kebohongan itu menjadi kenangan yang paling indah bagi anak-anakmu. Kebohongan yang tak akan menggoyahkan kebahagiaan kami memiliki Mama yang terbaik, yang akan selalu mengisi relung hati. Mama yang menjadi gudang doa kami. Mama yang menjadi mata hati dan sumber kebahagiaan. I love you, Mom. Forever and Ever.

29 Comments

  1. Naqiyyah Syam January 11, 2013
  2. dea January 11, 2013
  3. ladybugfreak January 2, 2013
  4. dina December 28, 2012
  5. Lidya December 26, 2012
  6. nunik December 26, 2012
  7. cumakatakata December 24, 2012
  8. Becks December 24, 2012
  9. dongeng denu December 23, 2012
  10. fairyteeth December 23, 2012
  11. Vera December 23, 2012
  12. Haya Aliya Zaki December 22, 2012
  13. Erfano Nalakiano (@ErfanoNalakiano) December 22, 2012
  14. Idah Ceris December 22, 2012
  15. Evi December 22, 2012
  16. Carra December 22, 2012
  17. LAdangduters December 22, 2012
  18. hana sugiharti December 22, 2012
  19. Esti Sulistyawan December 22, 2012
  20. wanspeak December 22, 2012
  21. Asrie December 22, 2012
  22. Sofyan December 22, 2012
  23. Nadiah Alwi December 22, 2012
  24. Dinot December 22, 2012
  25. Fitri December 22, 2012
  26. Batavusqu December 22, 2012
  27. Arman December 22, 2012
    • IndahJuli December 22, 2012
  28. IndahJuli December 22, 2012

Leave a Reply