Hapus Perih

Dalam perjalanan hidup insan manusia, pasti merasakan apa yang namanya suka dan duka. Diantara rasa suka yang begitu banyak kita rasakan, terselip rasa duka, begitu sebaliknya. Dan kata orang-orang bijak, jangan terlampau merasa senang, karena itu bisa membuat luka. Atau, nikmatilah dukamu (ini kali’ kalau keseringan merasa duka) karena itulah rasa sukamu.

Itu kata orang pintar yang kita tiru ucapkan kepada orang lain yang sedang berduka atau bersuka. Tapi sepertinya ngak berlaku kalau kita sendiri yang ngerasain. Waktu senang, bener-bener bersuka ria, tapi begitu kita ditimpa duka, rasanya kalau sesak nafas itu bisa diperjual belikan, maka akan banyak orang yang berduka menjualbelikannya, dan dapat hasil yang membuat rasa suka. Duh…kok jadi ngawur gini ngomongnya 🙂

Harap maklum, kalau tulisannya rada ngawur gini. Soalnya lagi kram otak, akibat isu kantor bakal dibeli SCTV dan kemungkinan akan terjadi rasionalisasi besar-besaran. Ditengah masalah itu, otak gw semakin gegar karena dua buku gw, yang sudah penuh perjuangan gw kerjakan, nasibnya menyedihkan. Satu novel ditolak dengan sukses, setelah gw harus menunggu selama 3 bulan, dan satu lainnya, nasibnya tak jelas, ibaratnya hidup segan mati tak mau, meski sudah irevisi dan diterima dengan baik, tapi belum tau kapan akan terbit.

Seperti kata Primadonna Angela dan Syafrina Siregar (yang sudah lebih dulu sukses menerbitkan buku) itu merupakan jalan untuk memacu gw agar semakin rajin menulis dan jangan pernah patah semangat. Meski mereka sudah memberi semangat, tapi tetep saja perih itu menyakitkan.

Gue bagai kapal yang oleng, down. Meski ngak mengeluarkan air mata, cuma gw merasa sesak di dada aja. Ternyata menulis buku lebih sulit daripada menulis berita. Bagaimana kalau nulis berita sebanyak mungkin, trus dijadiin buku ? he…he…mang ada yang mau terbitin :p

Nah sekarang ini gw lagi mencoba menghapus perih, semoga aja berhasil.

Leave a Reply