Mudik Lebaran: Tradisi yang Tak Lekang Zaman

Sahabat Blogger pasti banyak dong yang mudik lebaran 2019 ini. Senang ya bisa dikasih kesempatan mudik, kumpul bersama sanak keluarga. Alhamdulillah, setelah 5 tahun tinggal di Yogyakarta, kami sekeluarga ikutan meramaikan arus mudik Idulfitri 1440 hijriah. Kami mudik ke Jakarta, kota kelahiran anak-anak juga tempat saya tumbuh dan berkembang hingga seperti sekarang. Kalau kata rang orang, kami pulang kota, bukan pulang kampung. Kami juga melawan arus mudik, orang-orang meninggalkan Jakarta, kami malah mendatanginya.

 

Mudik Lebaran : Tradisi yang Tak Lekang Zaman

Mudik dengan Kereta Api Taksaka

 

Bagaimana rasanya mudik lebaran versi kami sekeluarga? Yang jelas, Kayla, yang dulu sempat uring-uringan ingin kembali ke Jakarta saat pertama kali pindah, baru 3 hari sudah ribut minta kembali ke Yogyakarta. Si bungsu Tio, terkagum-kagum dengan gedung-gedung tinggi yang mengelilingi perumahan tempat kami tinggal dulu.

Tradisi Yang Tak Lekang Zaman, Mudik Lebaran

Selain di Indonesia, Sahabat Blogger tahu nggak kira-kira negara mana lagi yang melakukan tradisi tahunan seperti mudik, terutama saat Lebaran atau Idulfitri?

Dulu, kenangan daku tentang mudik itu hanya terbatas melihat keramaian dan kesukacitaan orang-orang jelang akhir bulan Ramadan dengan mempersiapkan segala sesuatunya untuk pulang ke kampung halamannya. Tinggal di kota besar seperti Jakarta, bisa dibilang sebagian besar penghuni ibukota Indonesia ini adalah perantau. Termasuk orang tua daku, yang merantau dari Medan, Sumatera Utara, untuk mencangkul rezeki.

Walau berasal dari suku Batak, yang lahir di Medan, Sumatera Utara, daku jarang banget diajak Bapak Mama almarhum pulang kampung ke Medan. Sepanjang ingatan, hingga menikah, daku baru satu kali pulang ke Medan, yaitu pada saat SMU. Setelah menikah, tiga kali menikah, itu juga urusan pekerjaan, bukan mudik ke kampung halaman.

Daku malah baru merasakan mudik lebaran itu setelah menikah dengan Mas Iwan, yang asli Yogyakarta dan rutin pulang kampung setiap Lebaran.

Awalnya, kami mudik berdua. Dengan naik bus. Dari Terminal Pulogadung, Jakarta Timur. Dan, pengalaman mudik dengan bus itu bikin kapok. Selain lalu lintas yang macet, daku juga nggak tahan dengan gaya menyupir pak sopir, yang bikin perut nggak enak, pengen muntah.

 

Mudik Lebaran : Tradisi yang Tak Lekang Zaman

Tradisi Mudik Setelah Berkeluarga

Ketika punya anak, daku dan mas Iwan mudik dengan naik kereta api. Dan kereta api adalah moda transportasi mudik yang nyaman buat daku dan anak-anak. Selain nggak kena macet di perjalanan, paling kereta sering berhenti karena padatnya jalur kereta api akibat mudik. Di kereta api, anak-anak nggak capek hanya duduk saja, masih bisa berjalan antar gerbong, melihat-lihat pemandangan.

Bagi orang Indonesia, sepertinya sudah menjadi keharusan mudik lebaran ini. Rasanya Idulfitri tak terasa lengkap tanpa pulang ke kampung halaman, berlebaran dengan orang tua dan keluarga besar. Apalagi bagi perantau seperti Mas Iwan, yang sebagian besar keluarganya masih banyak yang tinggal di Yogyakarta.

Setelah anak-anak besar dan punya kendaraan atau mobil sendiri, kami sekeluarga mudik ala road trip, menyusuri jalur mudik Pantura – Jawa Tengah. Selain dengan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, ada juga yang mudik dengan bus, pesawat terbang, kapal laut, bahkan ada juga yang mudik dengan kendaraan yang dipakai untuk bekerja seperti bajaj atau truk kecil.

Seru sih mudik itu, asal direncanakan dengan matang, dan dilakukan jauh hari, maksimal tujuh hari sebelum Idulfitri. Dan pulang mudiknya maksimal tujuh hari setelah Lebaran, kalau nggak bakal kena arus balik yang luar biasa, karena semua pemudik berbarengan kembali ke perantauan.

Oh ya, kami pernah lho mengalami mudik terkena macet total saat arus balik. Hampir 24 jam perjalanan dari Yogyakarta menuju Bekasi, Jawa Barat. Untung saja, daku dan Mas Iwan sudah mengantisipasinya, sehingga anak-anak nggak rewel selama perjalanan.

 

Tradisi Mudik dan Silaturahmi

 

Mudik Lebaran : Tradisi yang Tak Lekang Zaman

Seperti yang sudah daku tuliskan di atas, kalau kami pulang kota ke Jakarta setelah lima tahun meninggalkan kota seberapa pun menyebalkan (kata orang-orang) tetap bikin kangen untuk sekedar melihat keriuhannya, lampu-lampunya dan kemacetannya.

Kenapa mudik ke Jakarta? Yang pasti daku ingin menyambung kembali silaturahmi dengan keluarga Mama Bapak almarhum yang masih tinggal di Jakarta. Apalagi sejak pindah ke Yogya, daku jarang berhubungan dengan para saudara, jika nggak penting-penting banget.

Mudik, menjadi tradisi yang tak pernah lekang oleh zaman. Tradisi yang dilakukan turun temurun bagi para perantau.

Kata salah seorang tante yang kami datangi saat mudik kemarin, daku tuh seperti anak hilang, yang nggak ada kabarnya, sementara eksis di media sosial. Duh, tertohok banget.

Selama satu minggu di Jakarta, kami berkunjung ke saudara dari pihak daku dan Mas Iwan. Kami ingin anak-anak mengenal lebih dekat keluarganya, agar jika bertemu di jalan bisa saling menyapa, tidak melengos saja karena tidak kenal nama apalagi kenal wajah.

Anak-anak juga agar lebih tahu lagi tentang asal usul atau silsilah keluarga dan sanak keluarganya. Ya walau berjauhan, minimal saudara-saudara daku tahu kalau kami baik-baik saja di perantauan (buat daku lho ya).

 

Mudik, Tradisi yang Tak Lekang Waktu

 

Keliling Jakarta!

Selain bersilaturahmi, kami juga sempat menikmati sepinya jalanan Jakarta dengan berkeliling kota dengan moda transportasi yang belum pernah dicoba anak-anak (kecuali Taruli yang sudah tiga kali ke Jakarta) seperti Trans Jakarta dan MRT.

Dan pastinya, seperti yang sudah direncanakan jauh hari saat kami memutuskan untuk mudik lebaran ke Jakarta adalah jalan-jalan ke Dunia Fantasi (Dufan) Taman Impian Jaya Ancol. Terakhir anak-anak ke Ancol adalah tahun 2012, udah lama banget kata Kayla.

Cerita tentang jalan-jalan ke Dufan ini, Insya Allah akan tayang di webnya KEB ya.

Perjalanan mudik lebaran kami di tahun 2019 ini berkesan bagi anak-anak dan tentunya daku dong. Menjalin silaturahmi dengan keluarga itu memang tak boleh putus ya. Walau mungkin ada hal-hal yang tidak mengenakkan dalam hubungan persaudaraan, tetapi moment Idulfitri menjadi saat tepat untuk bermaaf-maafan.

Ini cerita mudik daku, bagaimana cerita mudik Sahabat Blogger, apa yang sangat berkesan?

28 Comments

  1. Hastira July 2, 2019
  2. Khoirur Rohmah June 29, 2019
  3. Sapti nurul hidayati June 28, 2019
  4. Leyla Hana June 26, 2019
    • Indah Julianti Sibarani June 28, 2019
  5. Suciarti Wahyuningtyas June 26, 2019
    • Indah Julianti Sibarani June 28, 2019
  6. Siti Hairul June 26, 2019
  7. Rahmah June 26, 2019
  8. lendyagasshi June 26, 2019
  9. Eri Udiyawati June 26, 2019
  10. Utie adnu June 26, 2019
  11. Larasati Neisia June 26, 2019
  12. Hikmah Khaerunnisa June 26, 2019
  13. Lisdha June 26, 2019
  14. astin June 26, 2019
  15. Nurul Fitri Fatkhani June 26, 2019
  16. Nanik Nara June 25, 2019
  17. Damar Aisyah June 25, 2019
  18. Ophi Ziadah June 25, 2019
    • Rachmanita June 26, 2019
  19. Tanti Amelia June 25, 2019
  20. Dedew June 25, 2019
  21. Ima satrianto June 24, 2019
  22. nurulrahma June 24, 2019
  23. Nasirullah Sitam June 24, 2019
  24. irni June 24, 2019
  25. Lidya June 24, 2019

Leave a Reply