Sahabat Blogger dan pembaca setia blog Cerita Cinta Cita, masih ingat masa remajanya dong ya. Kenangan dari masa remaja seperti apa yang paling berkesan? Kalau daku yang paling berkesan itu masa-masa SMA. Masa-masa penuh huru hara, baik di sekolah atau di keluarga sendiri. Kalau diinget sekarang ini, saat sudah menjadi orang tua, pengen pentokin kepala ke tembok. Kelakuan apa kabar, kelakuan?
Momen-momen di mana daku sudah merasa gede, dan nggak cuma mengekor orang tua doang. Sudah merasa punya mau, sudah merasa bisa memilih. Meski orang tua banyak melarang, bahkan guru-guru pun ikutan.
Inget nggak, kita suka sebel sama guru-guru. Mereka itu seneng banget kasih pekerjaan rumah, seakan nggak rela kalau muridnya di rumah hanya santai-santai saja. Belum lagi nih, guru itu senang banget ya menghukum, belum sah belajar di sekolah tanpa kena hukum atau disetrap.
Dan orang tua masa itu, mereka senang sekali melarang, seolah semua hal di dunia ini pantang dilakukan. Boleh sih pergi atau main ke rumah teman atau main ke acara pameran buku setelah pulang sekolah, tapi sebelum Ashar atau Maghrib sudah harus di rumah. Kalau telat, siap-siap saja disuruh berdiri, angkat satu kaki dan dua tangan memegang kuping. Berdiri dengan satu kaki selama dua jam, apa nggak bikin pegel dan nangis dalam hati.
Paling sadis versi daku, hukuman yang diterima karena pergi main tanpa izin dan sampai rumahnya telat pula, hampir jam 9 malam, dapat hukuman bersihin kamar mandi sampai kinclong, plus nguras bak mandi yang lebarnya minta ampun.
Kapok? Kapok pulang malam banget sih iya. Tapi tetap deh kelakuan masa remaja daku tuh nggak hilang sampai tamat sekolah.
Dan… Jalan Ninjaku menuntun kembali pada masa-masa penuh huru hara itu. Di masa kini, masa sekarang, di era anak-anak Gen Millenial dan Gen Z. Masa daku menjadi orang tua dengan dua anak remaja, dan satu anak yang kepengen banget jadi remaja padahal usianya masih 10 tahun.
Yuk bercermin. Apa kabar, kita yang menjadi orang tua anak remaja zaman now ini?
Bisa enggak kita menjadi orang tua yang asyik bagi mereka? Orang tua yang tidak menerapkan banyak aturan dan membolehkan mereka untuk melakukan hal-hal sesukanya? Hayo, bisa enggak?
Bisa dong ya. Dengan 3 cara ini, kita berusaha menjadi orang tua yang positif bagi anak remaja.
1. Cara pertama, kita menjadi orang tua yang mudah berkompromi
Tidak hanya anak-anak, tapi semua suka dengan orang yang mudah diajak kompromi. Maka jadilah orang itu di hadapan anak-anak.
Walau hati mendidih, mulut udah pengen mengeluarkan kemarahan, tersenyumlah penuh maklum, jika mereka melanggar aturan di rumah maupun di sekolah, jangan keburu dihakimi dan mengambil tindakan. Usahakan tersenyum juga, saat mereka melemparkan argument-argumen yang defensif dan penuh siasat. Senyum saja sambil mengenang bahwa di suatu masa lalu, kita pun pernah melanggar aturan dan bicara dengan penuh pembelaan.
Senyum yang maniiis 🙂
Setelah tersenyum maklum dan sang anak remaja mulai nyaman dengan dirinya sendiri, barulah ajak ia untuk berbincang hangat. Tanyakan apa yang menjadi alasannya hingga ia melanggar, dan bicaralah dengan lembut agar ia berani mengungkapkan.
Amati dia yang sedang punya masalah itu dengan penuh sayang, dan sadari bahwa dia hanyalah seorang anak remaja yang mencoba mengekspresikan dirinya. Tidak lebih.
Dari obrolan penuh pengertian, maka dia akan berani mengajukan tawar-menawarnya. Selanjutnya, bernegosiasilah dengannya untuk sebuah kompromi yang menguntungkan semua pihak.
Susah? Iya, susah. Emang susah banget, dan butuh latihan bertahun-tahun untuk senyum penuh maklum itu.
2. Sahabat yang asyik
Ketika masih kecil, anak-anak masih mau dicium dan dipeluk-peluk di depan teman-temannya. Saat remaja, ada saja perasaan malu mereka terhadap orang tuanya, sehingga tidak hanya menolak dipeluk tapi juga sudah nggak mau jalan bareng.
Anak remaja itu seakan ingin punya dunia sendiri yang bebas dari orang tua, yang hanya ada dia dan teman-teman sekolahnya.
Ya, nggak usah sedih lalu baper menanggapinya, karena memang begitulah fasenya. Yang perlu dilakukan adalah berubah menjadi orang tua yang dinilainya bisa ada juga di dunianya.
Jadilah pendengar yang baik saat sang remaja bercerita tentang teman-temannya, karena mereka adalah tokoh-tokoh yang penting dalam hidupnya. Selami hal-hal yang sedang trending sekarang, sehingga bisa “nyambung” obrolannya. Kenali juga beberapa selebriti yang disukai, dan pemain-pemain olahraga yang terkenal.
Butuh usaha memang, tapi layak dicoba. Setelah punya cukup “wawasan” yang sesuai, maka kita pun akan dianggap pantas untuk berada di dunianya. Kalau sudah begitu, kita tidak hanya akan jadi sahabat yang asyik baginya, tapi juga bagi teman-temannya.
Alhamdulillah sih, meski sering bertengkar atau debat kusir, Taruli, si sulung, masih mau bercerita apa saja termasuk cerita tentang pergaulannya (teman-teman), juga cerita tentang ketika dia suka sama seseorang, walau saat bercerita dia wanti-wanti: Inna dengarin cerita aku saja, nggak usah komentar, aku nggak butuh dikomentari.
3. Tetap menjadi orang tua yang pantas dijadikan panutan
Bagaimanapun juga, walau bisa diajak kompromi dan berteman dengan baik, kita tetaplah orang tua bagi sang anak remaja. Ia tetap butuh panutan dalam berpikir, berbicara, dan berperilaku.
Jadi saat sedang memainkan peran keseharian, seriuslah menjalankannya. Tetaplah berpikir layaknya orang dewasa yang bijak, saat masalah-masalah datang. Menenangkan adik yang rewel, misalnya, atau menentukan mana yang harus diantar terlebih dahulu saat mobil jemputan tidak datang.
Lalu bicaralah sebagaimana halnya orang tua, yang penuh wibawa dan (sok) bijak. Ini penting, karena bagaimanapun, kita ini sudah pengalaman menyiasati hidup ketimbang mereka kan?
Bersikap sewajarnya pada mereka tanpa dibuat-buat, sehingga sang anak remaja meniru apa yang adanya dari kita. Kalau sampai ada pemikiran, perkataan atau perbuatan kita yang rasanya tidak pantas ditiru, katakan dengan jujur padanya bahwa kita melakukan kesalahan, dan minta maaf. Nggak perlu malu malu apalagi pakai gengsi, karena itu adalah bagian dari panutan.
Menjadi orang tua yang sempurna? Nggak akan bisa. Sadari saja, bahwa nggak mungkin kita jadi sempurna, sehingga dengan demikian tidak ada juga anak yang sempurna. Ada saja kekurangan kita, yang bisa jadi juga merupakan kekurangan orang tua kita dulu, yang akan membentuk karakter anak remaja kita dengan segala kekurangannya.
Tapi hidup adalah pembelajaran yang tanpa akhir, bukan? Jadi tetaplah belajar bersama sang anak, sambil terus berusaha menjadi panutan yang positif baginya.
Sahabat Blogger dan pembaca setia blog ini, terutama yang sudah punya anak remaja, sharing dong cerita-cerita kebersamaan dengan anak remajanya? Apa yang dilakukan untuk menjadi orang tua yang asyik bagi anak-anak.
makasih low bun tipsnya, sangat menarik
Anakku masih 3 tahun sih mak, tapi udah keliatan nih sifat keras dan pemberontaknya. Jadi PR banget buat aku sama suami gimana caranya handle sifat dia dan kasih pengertian yg bisa diterima.
Wah ilmu bergizi nih dalam menghadapi anak remaja dari Mak Indah. Memang penting ya Mak, menjadi Sahabat anak supaya mereka nyaman bercerita kepada Kita.
Mak, anakku baru 8 tahun tapi aku sudah bersipa menghadapi fase menjadi ortu dari remaja. Anakku sudah suka mendebat dan mulai malu dipeluk dan dicium, itu pun aku kadang udah sensi, heuheu. Next aku akan belajar lebih banyak tersenyum, memaklumi dan menjadi sahabat terbaiknya, Mak. Ah, thanks for remind me.
Setuju ketiga pointnya Mak Injul, menjadi orang tua sempurna jelas yah ga bisa justru menjadi ornag tua terus belajar dan banyak memahami. aku lagi pengen ikutan kelas parenting dan baca buku parenting nih jadinya
Kadang pengin banget jadi ibu yang sempurna ya mba, saat anak-anak tanya dan butuh bantuan memutuskan sesuatu kita bisa jadi panutan mereka.
Tapi tak jarang, ada kondisi-kondisi kelelahan luar biasa secara batiniah ketika udah mentog banget ngadepin mereka, terutama yang udah remaja ya. Pernah sesekali aku malah nangis loh. Eeehh…jadinya si remaja ini malah tersentuh hatinya. Kemudian baru bisa curhat-curhat bebas gitu hihiii.. Ada-ada aja ya lika-liku punya anak remaja tuh.
Anak saya masih piyik ^_^. Tapi baca ini untuk bekal ilmu kelak menghadapi dia yang tumbuh menjadi remaja nantinya ^_^
Yes..mudah bertukaran dan berkompromi dengan anak..nggak kaku.
Soalnya anak jaman now gak bisa dikerasin disalahan dikit dia bisa ambil keputusan diluar sepengetahuan kita..
Dia jadi gak terbuka ..
Betul mba, hidup pasti akan terus belajar dari lahir hingga punya anak-cucu-cicit. Menjadi orang tua anak remaja harus lebih hati-hati saat berkomunikasi, karena anak remaja itu punya kehidupannya sendiri.
Anakku usia 8 tahun steengah sekarang, berasa kayak punya anak remaja mak injul, karena udah mulai ngerti maunya apa, dan harus ngikutin maunya. Tapi alhamdulillahnya, Darell masih mau dengerin aku hehehhe
Luarbiasa ya kak. Tantangan jadi orang tua di era milenial ini. Tapi soal jadi sahabat anak itu aku setuju banget. Shoji Rey sekarang udah mulai pinter ngeyel dan harus diberi pengertian sehalus mungkin. Tantangan, tapi sekaligus pembelajaran ya kak. Semoga kita selalu punya ide ide segar dalam perjalanan pengasuhan anak anak ini.
Wuah iya ya, anak2 kalau dah remaja nih kadang mulai2 malu dicium dan dipeluk ortu, makanya pas kecil dinikmatin aja masa2 piyiknya hehe 😀 #ntms
Ternyata parenting utk anak remaja makin complicated ya mbaaa, tdnya kupikir setelah gedean kitanya udah mayan santai, di satu sisi santai, khususnya dalam hal kemandirian anak, di sisi lain mulai berat 😀
Mbak Injul, bagian awal tulisan ini bertolak belakang banget sama pengalamanku. Saat aku masih kecil emang ibuku keras dan disiplin banget. pas aku jelang remaja, eh…bonyok kaya ga ada aturan sama sekali. Untungnya aku anak baik-baik (catet. wkwkwk). Pengin banget lah jadi ortu yg oke. Meski juga gak mau mengadopsi gaya parentingnya bonyok. Tapi tahu enggak sih, Mbak. Yang nomer 1 itu susah dijalanin. Susah banget. Hati mendidih disuruh senyum, yang ada udah pengin ngerap sebanyak 20 lagu sekaligus. Wkwkwk. Tapi aku tetap akan nyoba. TFS Mbak.
3 cara yang kelihatannya sederhana, namun jika bisa diterapkan sangat banyak pengaruhnya untuk anak bisa tetap dekat dan berada pada jangkauan orangtua ya, Mak. Jadi Orangtua sekaligus teman curhat dan sahabat dekat anak
Terima kasih sudah berbagi, mak
Ketika anak2 sudah remaja, ada tantangan tersendiri yah kak, apalagi klu sudah remaja mreka sdh bisa mengambil keputusan sendiri, barangkali di fase ini kt memang dituntut ntuk menjadi sahabat mereka selain sebagai org tua
Jadi ibu plus sahabat buat anak ya mak. Jadi kalau anak2 punya masalah mereka nggak takut mau curhat ke ibunya.
Setinh2 sharing kayak gini ya makpuh, buat bekal aku nanti.. Harus banyak belajar dari yang sudah berpengalaman ^^
Kebayang deh serunya Mbak Indah mengurus tiga anak cewek beranjak gede..memang kudu berkompromi dan nggak bisa main paksa ya..anak-anak punya keinginan masing-masing..
Menjadi orang tua ada proses belajar tiada henti ya mak. Harus bisa membersamai perkembangan anak dan bersiap dgn kejutan-kejutan tak terduga dr perkembangan mereka dan belajar lagi dr setiap momen yg dihadapi bersama mrk.
Makasih mb ilmu parentingnya…herguna banget
anakku yang gede, dah mau mulai ni masuk fase remaja, sementara aku kadang masih memperlakukan kayak anak2..dan akhirnya dia sebel.sama emaknya…ha..ha
Notes mak, aku catet dulu nih. senyumin aja dulu ya mak, biar anak2 merasa secure untuk cerita dan mengutarakan pendapat nya. Jadi sahabat ini yang susah yaa, kudu paham kesukaan mereka, apa2 yang lagi hype dan mereka perhatikan layaknya seusia. Oke sipp trus trus . Aduh ini tulisan musti wajib di bookmark, biar nanti kalau punya anak ku tahu musti ngapain.
Tuhkan benar kataku, ini kudu aku bookmark. Tapi emang benar sih, aku juga merasakan masa kejayaan di masa SMU. Dimana masa itu kalau les bisa bolos, datang sekolah malah melipir ke warung dan cabut ke Blok M Plaza mau nonton bioskop sama teman. Pas sampai Blok M malah ketemu sama adiknya papahku, hamsyong udah. Herannya kenapa orang tuaku gak pernah marah, cuma nanya doang. Ini makanya yang kadang bikin aku takut sih, makanya jaga banget kepercayaan mereka. Sekarang walau anakku masih kecil rasanya ingin ku mencontoh beberapa yang dilakukan oleh mamah dan papahku.
wah bener banget nih mak… aku berusaha menjadi sahabat buat anak2..Jadi mereka nyaman cerita apapu ke emaknya..
Saya juga pengen jadi sahabat bagi anak-anak. Kini si sulung 10 tahun (laki) dan nomor 2 usianya 9 tahun (perempuan). Si anak perempuan ini, ada apa-apa selalu cerita, bahkan sebelum saya bertanya. Pulang kantor, belum juga masuk rumah, dia udah pengen aja ngajak ngobrol. Kalau yang laki pendiam banget (mirip saya waktu kecil), kalau nggak ditanya, jarang mau bersuara. Ditanya juga jawabnya singkat, sampai sekarang belum nemu formula untuk memancing dia supaya mau banyak bicara.
Saya juga pingin banget jadi sahabat buat anak2. Apalagi anak saya perempuan semua.. kayaknya seru bisa ngegosip sambil nongkrong di cafe sama mereka kalau nanti mereka udah pada gede..
mau nyontek sama mak indah. baru si aa yg sma. yg kedua masuk smp n yg bungsu sd. so far sih sama aa ga ada masalah. apa karena dia anaknya tertutup ya. kalo dikorek2 jawabannya singkat. padahal kan emaknya lagi kepo hihihi. apa emang anak cowo gitu ya, ga banyak ceriwisnya 😀
Jadi sahabat anak, tapi jangan memposisikan jadi ibu banget ya mbak supaya anak-anak mau curhat & cerita apa aja sama kita. AKu harus belajar banyak dari Mbak Indah nih