Love Hate Kurikulum 2013 di Sekolah

Sampai tahun 2017 awal, saya adalah ibu yang sangat sangat santai dalam urusan sekolah anak-anak, terutama gaya belajar Taruli, Kayla, dan Tiominar di rumah. Saya jarang terlibat dalam aktivitas di sekolah anak-anak, kecuali mengambil raport, pertemuan orangtua dan sekolah (wali kelas dan guru). Bahkan berinteraksi dengan orangtua murid saja saya jarang. Itu dulu. Semua berubah ketika kurikulum 2013 mulai mendera dan si bungsu Tiominar banyak mengikuti aktivitas di sekolahnya.

Bagi saya, kurikulum 2013 ini bikin sakit kepala. Nggak hanya saya ternyata, tapi juga ibu-ibu yang lain dan sekolah pun jadi sasaran tembak para orangtua buat menyalahkan kebijakan pendidikan ini.

Baca ini dulu ya: Anak Bukan Kertas Kosong

 

Kurikulum 2013

Mengapa Kurikulum Sekolah Suka Berubah?

Hari ini, Senin, 3 Desember 2018, hari kelima Kayla dan Tiominar mengikuti ujian Penilaian Akhir Semester (PAS). Anak-anak sudah nggak sabar saja untuk menyelesaikan ujiannya. Bukan karena setelah ujian terima raport terus libur sekolah. Tapi karena sulitnya ujian PAS kali ini, berbeda dengan ujian-ujian sekolah sebelum diberlakukannya kurikulum 2013.

Nggak hanya soal ujiannya, mata pelajaran berdasarkan kurikulum 2013 ini berbeda muatannya dengan pelajaran-pelajaran yang saya ketahui pada saat Taruli (si sulung) sekolah. Jauh banget bedanya dibanding pelajaran dahulu. Kurikulum 2013 itu berbeda tiap jenjang pendidikannya. Tidak seperti anak SMP dan SMA, kurikulum 2013, paling terasa berbeda untuk anak SD.

Mata pelajarannya tetap sama sih. Seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, PPKN dan lain sebagainya. Tapi, pelajaran itu disatukan dalam mata pelajaran Tema (yang terdiri dari Tema 1, 2, 3, 4 dan 5). Di Tema itu ada muatan pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan Bahasa Inggris.

Ini contoh soal ujian PAS Tiominar, kelas 4 SD Moesa Yogyakarta:

 

 

Itu soal pilihan ganda. Bagaimana dengan soal esai yang harus dijawab panjang?

Yang jelas menurut Lusi Tris dalam obrolan kami (Saya dan juga Carra) tentang kurikulum 2013 ini, anaknya Icha yang kelas XII (3 SMU), geleng-geleng kepala lihat soal ujian anak SD zaman sekarang. “Anak SD disuruh analisa dulu, baru bisa jawab soal ujian,” kata Lusi saat saya menyodori pertanyaan ulangan untuk pembekalan PAS di sekolah Tio.

Ini contoh soal ulangan pembekalan matematika Tio yang kelas 4 SD:

Siti berkunjung ke perpustakaan setiap 3 hari sekali. Dewi berkunjung ke perpustakaan setiap 5 hari sekali. Mereka terakhir kali berkunjung ke perpustakaan secara bersama-sama tanggal 12 September 2018. Pada tanggal berapa mereka akan berkunjung ke perpustakaan bersama-sama lagi?

Jadi ya, udah nggak zaman lagi tuh, anak SD ulangan matematika, 44 x 4 = …. atau 125 : 3 = … atau 10 pangkat 5 – 15 + 27 x 2 = …

Dan udah nggak zaman juga hapal perkalian dan pembagian, karena anak kelas SD, sudah harus belajar pecahan, Aproksimasi (panjang, berat, dll), Bangun Datar, Statistika, Pengukuran Sudut, Notasi dan Simbol. Keren kan?!

Kurikulum ini berlaku nggak hanya untuk sekolah dasar lho, tetapi juga Madrasah Ibtidaiyah. Oh ya, untuk sekolah formal sih. Nggak tahu juga untuk sekolah alam atau sekolah lainnya. Tapi, setahu daku sekolah inklusi seperti SD Tumbuh juga menerapkan sebagian kurikulum 2013 ini. Karena untuk mengikuti proses ujian nasional nantinya kalau mau tamat SD. Dan, selama masih ada ujian nasional sebagai penanda kelulusan, mau nggak mau sekolah formal harus mengikuti kurikulum 2013.

Dan naasnya, kurikulum 2013 ini berapa kali berubah, beberapa kali revisi, sehingga sempat membuat bingung sekolah dan para orangtua. Di sekolah Tio, entah sudah berapa kali, pertemuan antara sekolah dan orangtua dilakukan untuk membahas kurikulum 2013 ini. Ini juga yang membuat saya, terpaksa harus terlibat dalam pelajaran-pelajaran yang Tio terima di sekolah.

 

Masih Butuh Belajar di Rumah?

Benaran ya, buat saya tuh pelajaran anak kelas IV SD itu udah seperti pelajaran anak SMU. Dan mau nggak mau, saya yang santai ini, terlibat dalam proses belajarnya Tio. Ya gimana lagi, dari pada anaknya ketinggalan dari teman-teman kelasnya, yang ibu-ibunya pada semangat belajar, bahkan lebih semangat dari anaknya.

 

Kurikulum 2013

Kalau dulu, saya menemani Tio belajar di rumah, jika ada bahasan yang nggak dimengerti Tio baru saya urun rembuk.

Dulu juga, saya tidak terlalu membebani anak-anak untuk setiap malam belajar di rumah kembali, karena kadang mereka sudah kecapaian dengan jam pulang sekolah yang sore hari. Belum lagi kalau ikut kegiatan ekstra kurikuler di sekolah bisa sampai Maghrib baru sampai di rumah.

Sekarang itu, saya pun harus ikut membaca tema per tema, mencari tahu udah sampai mana pembahasannya, dan meminta Tio untuk mengulang lagi di rumah, sampai paham .

Tapi, belajar di rumah saja juga nggak cukup. Mau nggak mau, Tio harus ikut les bidang studi di sekolah, biar nggak ketinggalan dengan teman-temannya. Padahal selama ini, Tio hanya mengikuti les musik dan berenang karena saya pikir, belajar mata pelajaran cukup di sekolah saja. Ternyata salah strategi saudara-saudara.

Dulu, saya dan Mas Iwan berpedoman, untuk urusan sekolah terutama belajarnya, nggak mau sampai anak merasa terbebani dengan sistem belajar di sekolah. Karena itu kami memasukkan anak ke sekolah yang tidak membebani muridnya dengan Pekerjaan Rumah (PR atau homework) yang berjibun.  Juga sekolah yang tidak mengharuskan rangking sebagai prestasi terbaik.

Saya dan Mas Iwan paham, kalau anak-anak kami tidak luar biasa dalam mata pelajaran berat seperti Matematika dan IPA. Bisa mengikuti pelajaran dengan baik dengan nilai yang tidak malu-maluin, sudah bagus buat kami, orangtuanya.

 

Kurikulum 2013

Kegiatan Lainnya

Selain mengikuti les yang berhubungan dengan sekolah, kami juga berusaha mengimbangi anak-anak dengan kegiatan lainnya, yang bisa dijadikan prestasi atau bekal mereka nantinya, seperti les musik dan les olahraga. Yang penting, anak senang, nggak malas-malasan sekolah.

Kasihan sebenarnya. Makanya, seperti kata Lusi dan Carra, santai sajalah sama anak-anak, jangan dibebani macam-macam terutama buat belajarnya. Orangtua saja bisa stress, apalagi anak-anak yang masih di bawah umur.

Zaman sekarang ya, untuk urusan sekolah dan belajar ini, orang tua nggak hanya mikirin tentang uang sekolah (SPP tiap bulan, dan kegiatan sekolah lainnya), tetapi juga kudu mikirin buat biaya les anak-anak. Ini kalau anaknya sudah masuk usia sekolah ya. Kalau belum mah, santai saja, nabungnya dibanyakin, biar nggak pusing nantinya.

Begitu pun dengan sistem pendidikan. Mau nggak mau orangtua harus tabah mengikuti sistem pendidikan di sekolah formal. Kecuali, orangtua punya tenaga ekstra untuk mengurusi pendidikan anak-anak dengan sistem belajar sendiri di rumah atau homeschooling, ya paling hanya ribet kalau anaknya mengikuti ujian persamaan atau kesetaraan.

Atau kalau uang berlebihan, sangat banyak, bisa juga mengikuti anaknya di sekolah internasional, yang berafiliasi ke sekolah di luar negeri sana dan tidak berkeinginan untuk melanjutkan di sekolah formal di Indonesia ya (kecuali sekolah internasional yang mengikuti sebagian kurikulum pendidikan Indonesia).

Jadi gimana, ada yang sama dengan saya, sakit kepala dengan kurikulum 2013 dan harus rajin menemani anak belajar di rumah biar nggak ketinggalan dari teman-temannya?

12 Comments

  1. adi pradana February 22, 2019
  2. Sulis February 21, 2019
  3. Adit February 20, 2019
  4. Dini January 25, 2019
  5. Rifqy Faiza Rahman December 6, 2018
  6. Ida Raihan December 5, 2018
  7. Tuteh December 4, 2018
  8. Damar Aisyah December 4, 2018
  9. Gallant Tsany Abdillah December 3, 2018
  10. Justisia Nafsi Yunita December 3, 2018
  11. Elisabeth Murni December 3, 2018
  12. herva yulyanti December 3, 2018

Leave a Reply