Harga Dokter

Hampir satu minggu, saya dan dua anak (Kayla dan Tio), dihinggapi demam, batuk dan pilek. Akhirnya saya tepar juga, hihihi.

Sebelumnya, di pertengahan Desember 2010, Kayla dan Tio diserang demam, batuk dan pilek juga. Malah, untuk Kayla, Desember itu dia dua kali demam. Karena jaraknya berdekatan, saya dan Mas Iwan khawatir ada sesuatu di kesehatan Kayla, dan berinisiatif membawanya ke dokter.

Dokter anak langganan kami dan rumahnya kebetulan dekat dengan rumah kami, ternyata sedang pulang kampung ke Makassar. Akhirnya kami memutuskan membawa Kayla ke dokter umum di klinik yang juga sering kami datangi.

Cukup lama juga kami nggak ke klinik itu (ya iyalah, siapa juga yang mau sakit), klinik itu sudah diperbesar dan dokternya yang semula hanya dua orang (suami istri), kini sudah bertambah dua orang dokter umum dan satu orang dokter gigi. Dan, jadwal dokter umum yang biasa kami datangi tidak ada pada saat itu, sehingga kami berobat dengan dokter baru.

Setelah memeriksa Kayla, dokter itu bilang supaya Kayla dirontgen karena ada masalah dengan paru-parunya. Heeh? Masa sih, pikir saya. Apa karena dokter itu lihat Kayla batuk-batuk, trus bilang ada masalah dengan dokternya.

Nggak mau terpengaruh, kami lalu periksa ke dokter yang lain, di rumah sakit besar. Dan, ternyata Kayla cuma demam biasa, kelelahan, karena cuaca yang ekstrim, jadi kena virus deh. Alhamdulillah.

Gegara kesimpulan dokter yang pertama, saya jadi lebih berhati-hati kalau periksa ke dokter. Jadi teringat diskusi di salah milis kesehatan yang saya ikuti (Milis Sehat), tentang “oknum-oknum” dokter di Indonesia, yang sudah nggak idealis lagi, yang pelayanannya sudah tidak lagi manusiawi dan tidak mengikuti sumpah Hippocrates.

Dalam diskusi itu disentil, pelayanan dokter di Indonesia bermasalah karena mahalnya sekolah pendidikan kedokteran. Pendidikan Kedokteran adalah salah satu pendidikan yang membutuhkan biaya banyak.

Biaya pendidikan dokter mahal, berimbas pada mahalnya harga seorang dokter, apalagi kalau dokter tersebut terkenal. Miris, memang, jadi teringat salah satu buku yang berjudul Orang Miskin Dilarang Sakit!

Tapi, itu hanya “oknum dokter”, karena saya yakin masih banyak dokter-dokter yang lebih baik dan manusiawi.

10 Comments

  1. apikecil February 12, 2011
  2. bhiberceloteh February 7, 2011
  3. niQue January 28, 2011
  4. Evy January 27, 2011
  5. nh18 January 25, 2011
  6. krismariana January 25, 2011
  7. arman January 24, 2011
  8. Ikkyu_san January 24, 2011
  9. Dinot January 24, 2011
  10. Rini Nurul Badariah January 24, 2011

Leave a Reply