A generation gap or generational gap, is a difference of opinions between one generation and another regarding beliefs, politics, or values ~ Wikipedia
Beberapa waktu yang lalu saya nonton Drama Korea yang berjudul: My Father is Strange. Family drama ini menarik perhatian saya karena beberapa episodenya nyaris mirip yang terjadi dalamย keseharian saya dan anak-anak, terutama menyangkut Generation Gap. Dan rasanya, hampir semua orangtua di dunia ini mengalami kesenjangan generasi ya ๐
Generation Gap: Dulu dan Sekarang
Dulu, saya dan Bapak, Mama.
Sekarang, saya dengan satu anak remaja pertengahan, satu anak remaja (teenager), dan satu anak kicik yang pola pikirnya ngalahin orang dewasa (primary aged)
Dalam salah satu episode My Father is Strange, diceritakan masalah generation gap yang terjadi ketika salah seorang anak perempuannya keluar dari rumah dan hidup bersama dengan pacarnya. Awalnya orangtuanya tidak tahu karena anak perempuan tersebut hanya bilang kalau dia tinggal bersama ‘temannya’.
Di pikiran mereka, teman tersebut seorang perempuan. Begitu mengetahui kalau anak perempuan hidup bersama seorang laki-laki yang dikatakan sebagai pacarnya, marah besarlah orangtuanya terutama sang ibu.
Sang ibu merasa dibohongi anaknya. Apalagi tinggal bersama seorang laki-laki sebelum menikah adalah hal yang tabu, melanggar tata krama keluarga, nilai-nilai sosial dalam lingkungan.
Sementara sang anak perempuan, merasa itu adalah hal yang wajar yang terjadi dalam kehidupan di zaman sekarang ini. Anak bebas menentukan pilihan hidupnya, apalagi usianya sudah termasuk perempuan matang (34 tahun).
Nilai-nilai kehidupan sang ibu dan anak perempuannya, saling bertentangan. Anak lebih terbuka mengungkapkan pendapatnya. Lebih bebas jalan pikirannya.
Mengapa Generation Gap?
Jadi ingat dengan kehidupan yang saya jalani sekarang ini dengan tiga anak Internet Generation (iGEN atau lebih dikenal dengan Generasi Y). Generation Gap sering kali terjadi. Bisa dibilang tiada hari tanpa saling bertentangan. Saya dengan pola pikir yang masa remajanya tahun 80 sampai 90-an (Gen X), anak-anak dengan masa remaja setelah tahun 2000-an. Ada kesenjangan 20 tahun pada cara berpikir, nilai-nilai kehidupan dan perkembangan teknologi, tentunya.
Jaman saya, kalau diomelin sama Mama (pulang sekolah tidak tepat waktu atau pergi sama teman dan pulangnya tidak sesuai dengan perjanjian), saat almarhumah Mama marah-marah, paling saya cuma bisa diam (nge-ngrundel dalam hati sih, masuk kuping kanan ke luar kuping kiri, gitu katanya, hihihi).
Sekarang?
Deksripsi:
Saya: nanti pulang sekolah jam berapa, nggak ada kegiatan kan? Jangan dadakan smsnya, biar Inna jemputnya enak.
Taruli: Biasalah, jam tiga (sore).
Pukul 14.00 WIB
Sms Taruli: Inna jemput aku nanti saja ya, jam 4. Oke?!
Sms reply: Kenapa lebih sore?
Taruli: Aku mau rapat Pramuka dulu, persiapan buat camping.
Pukul 15.00 WIB (Sms: Inna jalan ke sekolahmu ya).
Sms Taruli: Inna nanti dulu, tunggu sms dari aku, ini rapatnya belum selesai.
*Si mamak mulai mangkel karena merasa diulur-ulur*
Sms: Terserah kamu deh. Kalau udah jam 5 sore Inna nggak mau jemput ya, kamu pulang sendiri *kirim sms sambil menggerutu*
Nggak ada balasan. Si Mamak dalam hati; Oke Fine!
Pukul 16.00 WIB. Sms: Inna, jemput aku sekarang ya, jangan lama lho, aku capek banget.
Untung habis Sholat Ashar, kalau enggak, sms reply Si Mamak tulisannya CAPS LOCK!
Sampai di sekolah. Sms: Inna sudah di depan sekolahmu. Nggak pakai lama ya, inna tinggalin kalau kamu lama keluarnya (Pembalasan!)
Anak perempuan umur 16 tahun itu keluar sekolahnya dengan senyum-senyum tanpa salah. Sementara wajah emaknya udah ditekuk sampai kayak kura-kura nggak kelihatan lehernya.
Di perjalanan:
Si Mamak nyerocos, kesel setengah mati merasa tidak diperlakukan adil.
“Kamu itu ya, udah jelas-jelas Inna tanya pulang jam berapa, kamu bilang biasa, tahu-tahunya rapat. Masa rapat dadakan, nggak ada pemberitahuan sebelumnya.”
(Kalau jaman daku, seperti tertulis di atas, akan diam saja).
Jawaban Taruli? Sepanjang perjalanan dari sekolah ke rumah yang berlangsung 20 menit.
Anak sekarang, jawab komplain orangtuanya lebih panjang dari pada pertanyaan.
Ibaratnya, 2 kata dari orangtua, 15 kata dari anaknya.
Dulu, minta maaf, trus diam saat diomelin orangtua.
Sekarang, saya diam mendengar jawaban anak. Jawaban yang panjang, baru minta maaf.
Memang sih jawabannya masuk di akal, tapi bikin diam-diam hati menjerit. Nyeri dada nggak sih?
Itu baru masalah adab lho.
Generation Gap lainnya banyak!
Dunia Mereka Sungguh Berbeda
Di era digital ini, anak seumuran Kayla (11,5 tahun) dan Tiominar (7,5 tahun) temannya bernama Siri dan Google. BFF lah sama Siri dan Google. Dikit-dikit ngomong sama Siri. Bertanya sama Google. Baca buku saja sekarang ini, Kayla lebih senang baca di Wattpad. Sementara Tio nonton Upin Ipin di Youtube daripada di TV.
Kalau nggak dipaksa main sore sama teman-teman seumurannya di rumah, bakalan kurang pergaulan.
Anak Generasi Millenial, Anak Internet Generation, memang berbeda dengan Generasi X apalagi Generasi Baby Boomers. Yang generasi X saja tidak mau disamakan dengan Baby Boomers, apalagi Generasi Millenial.
Teknologi yang lebih canggih.
Nilai-nilai kehidupan yang lebih bebas.
Komunikasi yang lebih terbuka, dan mau tidak mau harus diakui bahwa Generasi Millenial lebih kreatif juga cerdas. Sesuai dengan jamannya ๐
Kalau orangtua (daku sih) nggak mengantisipasinya, bakal perang kata-kata selalu dengan anak-anak. Saling ngotot dengan prinsip.
Kadang kalau lagi saling berbantahan dengan Taruli, suka mikir: ‘Apa gini kali ya perasaan Mama kalau daku bantah kata-katanya. Seperti ini kali ya keselnya Mama Bapak, kalau apa yang diinginkan tidak sesuai dengan keinginan anaknya’.
Trus gimana mensiasatiย Generation Gap antara daku dan anak-anak terutama dengan Taruli dan Kayla yang remaja?
Yang jelas sih, yang selama ini daku terapkan berusaha menjadi ‘teman’ bagi Taruli, malah nggak mempan. Kata Taruli, ‘Inna bukan temanku. Kalau teman, boleh dong aku ngomong loe gue. Nggak perlu jadi temanku, jadi orangtua yang asyik aja. Yang kalau aku tanya, Inna tau jawabannya. Yang nggak kepo, nggak sok tau, sok gaul anak muda. Yang kalau jalan bareng sama aku, ya enak jalannya, nggak malu-maluin’. Dih, banyak banget permintaannya.
Karena itu, daku pun berusaha:
- Lebih terbuka (open minded, istilah westernnya). Berusaha untuk dengarin apa yang diinginkan anak-anak. Capek juga kalau saling berbantahan. Bikin uban bertambah saja ๐
- Lebih sering ngobrol. Bukan ngobrol via WA atau telegram lho ya. Face to face. Biar kelihatan ekspresinya kalau senang atau kesel saat ngobrol.
- Berusaha nggak menghakimi. Ini susah banget lho. Gatel aja mulut pengen ngomel kalau mereka berbuat hal yang nggak sesuai dengan pemikiran daku. Sekarang, itu berusaha direm.
- Berusaha lebih mendengarkan dan mengerti apa yang mereka lakukan dan inginkan.
- Berusaha nggak sok idealis jadi orangtua.
- Kalau apa yang kita usahakan untuk memahami anak-anak ternyata masih nggak cocok, kadang daku mengambil sikap diam (sambil dalam hati, ‘ya terserah deh apa mau kalian, daripada Inna capek hati, hehehe). Kalau kata orang bule: Silence is Golden!
Itu saja sih. Sampai sekarang sih daku masih belajar terus untuk mengatasi Generation Gap ini. Ya harap dimaklumi, kadang teori lebih mudah dari pada realita.
Btw, para mamah blogger yang Generasi Millenial, sharing dong bagaimana mengatasi Generation Gap ini?
Atau blogger-blogger yang termasuk Generasi X seperti daku yang mengalami Generation Gap, cerita dong apa saja yang dirasakan. Untuk kita saling berbagi. Ditunggu ya.
Aku demen baca postingan sharing macam gini, makpuh.
Karena aku ngerasa ada temennya ๐
Saat ini pun, aku juga sering dibikin gemes gemes greget sama ulah dan perilaku my only son, Sidqi
Hang on… everything’s gonna be okay!
Paling malas ngajarin mama mainin hp. Bolak-balik dijelasin sentuh ini-itu, lupa mulu. Takut rusak, alasannya.
iya ya kalau dulu kita janji jam sekian pasti udah langsung ditepatin. hehehe.. cuma sejak adanya gadget bisa jadi generation gap makin meluas ya mbak.
tapi mbak indah juga mama generasi milenial yang selalu pantau tumbuh kembang anaknya yang udah mulai remaja ๐
betuuul bangeeet mba Injul! Aku pun merasakan hal yang sama…terutama jajahan gadget yang kalau tidak dimanage dengan baik banyak hal jeleknya. Yang penting komunikasi ya mba..dan share plus tunjukkan nilai-nilai baik yang kita pelajari jaman dulu tapi masih sangat relevan dengan dunia saat ini.
hal yang paling penting untuk dilakukan para orang tua saat ini untuk mengarahkan anak adalah pendekatan dengan kasih sayang. bukan cuma hatinya yang sayang anak tapi harus dengan perbuatan yang lemah lembut.
Walo banyak yg bilang, mendidik anak skr kita hrs jd teman mereka, kok ya aku jg g bisa mba :D. Ga pengen sih jadi temen, tp kalo ortu yg asyik kayak anakmu bilang, naaah itu.. Tp asyiknya yg gimana :D. Skr sih anakku msih kecil2. Masih suka ngelendot dan manja2, jd blm banyak bisa protes k ortunya ini :p. Cuma aku bakal ttp berusaha jd ortu yg bisa ngerti anak2ku, bisa tau banyak hal nantinya, ngikutin perkembangan trend di kalangan mereka, dan ga mau terlalu menggurui kali yaa ๐
Ngebayanginnya seru kak Indah, jamanku dulu masih IE dan itupun baru sma ada. Sebelumnya ya manut kata guru dan orang tua, hehehe. Salam buat Tio yaaaa *gemessss
Mbak Indaaaah,
Aku juga nonton dramanya dan gemes parah sama Ra Young couple , si bungsu & pelatih bola itu hehe.
Itu Taruli kenapa kelakuannya sama persis ama Kayla sih! Kalo mau jemput mending nunggu dia telfon dulu deh biar aman. Dan kayaknya omelanku sama kayak mbak Indah deh hahaha.
Kadang aku hrs dituntut sabar menghadapi generasi X
bah kebayang nti anakku mesti siap2 kek baca ulasan mba indah kek gini xixixi ada gap generation yg emang mesti disiasati masing2 generasi agar bisa saling nyambung, nerima y mba ??
Hai mak Indah..
Aku ternyata termasuk milennial ya.. baru tau hehehe..
Kalau sama anakku yg baru mau 5 thn aja suka bingung ngasih penjelasannya gmn supaya dia ngerti dan gak ngerocos panjang kali lebar.. hahaha..
Baca ini jd nambah ilmu lg deh.. thanks yaa maak
Bunda terima kasih ilmunya. Keren ikh bunda bisa menyampaikan ceritanya dengan lucu ?
I feel you, mak. Sampai sekarang akupun masih belajar memahami anak2. Setuju kalau teori lebih gampang daripada realitas.
Hiiks… Anak masih batita..ga bisa bayangin kalo pola asuh kita terlalu Kaku dan keras, seperti apa perlawanan mereka nanti yaaa Mbak?
Saya blogwalking baca-baca yaa Mbak Indah hehehe..