~ If you say you’ve been blessed,
you feel lucky to have something: health, love, fame, fortune, talent, etc ~
Seringkah kita mengucapkan terima kasih kepada segala hal yang telah membuat kita merasa terberkati?
Atau pernahkah Sahabat Blogger merasa kalau segala sesuatunya itu tidak sesuai harapan, morat marit di sana sini, dan merasa apa saja yang kita lakukan, laksanakan tidak ada yang bagus, lalu merasa kesialan bertubi-tubi, kesedihan yang menghujam, nyaris merutuki Tuhan atas segala kehilangan.
Empat tahun terakhir adalah tahun terberat dalam kehidupan saya. Berawal dari kepergian Bapak yang tiba-tiba di hari kedua Idul Fitri tahun 2011, yang sampai detik ini pun terkadang saya masih tak percaya kehilangan laki-laki terpenting dalam sejarah hidup saya.
Masih tergiang jelas suara Bapak yang menyuruh saya dan Mas Iwan untuk segera berangkat ke Yogyakarta, merayakan lebaran di kampung halaman Mas Iwan. Masih saya ingat dengan jelas, pagi hari sebelum datang kabar Bapak pergi, beliau menelepon saya dan minta isi pulsa, hal yang jarang sekali dilakukannya.
“Isikan pulsa Bapak, inang (panggilan kesayangan orangtua kepada anak perempuannya yang paling besar dalam bahasa Batak),” suara Bapak terdengar ceria dari ujung telepon.
“Iya, nanti diisiin ya, Pak,” jawab saya.
“Kapan kalian pulang ke Jakarta? Bapak kangen sama cucu-cucu”.
“Lho, kan baru sampai kemarin. Hari Sabtulah kami pulang,” jawab saya sambil tertawa dalam hati. Saat itu saya berpikir ada-ada saja si Bapak, baru juga sehari di Yogya, tapi sudah suruh anaknya pulang.
Dan, itu adalah percakapan terakhir saya dengan Bapak. Malamnya, tepat pukul 7 malam, saya ditelepon adik ipar saya, Vera, yang mengabarkan kalau Bapak sakit dan kami harus kembali ke Jakarta saat itu juga. Entah apa yang dibicarakan Vera ditelepon, yang saya ingat adalah kami sudah di dalam mobil menuju Jakarta.
Kehilangan Bapak belum usia. Rindu akan sosoknya belum tuntas. Setahun setelah kepergian Bapak, rupanya Mama tidak kuat hidup tanpa Bapak. 5 bulan setelah kepergian Bapak, Mama langsung sakit-sakitan sampai akhir hidupnya. Untuk kedua kalinya, saya harus merasa kehilangan yang sangat. 20 Oktober 2012, Mama pergi meninggalkan anak dan cucunya untuk selamanya.
Saat kehilangan Bapak, saya merasa lumpuh kehilangan satu kaki. Ketika Mama pergi, dua kaki hilang. Tak ada untuk bertumpu.
Saya merasa seperti berada di sinetron yang sering saya ejek jika ada adegan orang yang bercucuran airmata karena kehilangan orangtuanya. Ternyata saya mengalami sendiri. Hidup tidak adil, rutuk saya pada Sang Maha Pencipta. Saya belum membahagiakan Bapak dan Mama, tapi sudah direnggut.
Berbulan-bulan saya menangisi hidup. Bahkan merasa hidup sudah sampai titik nadir, yang berujung perawatan dokter. Bukan rasa kasihan yang saya terima. Tapi penyesalan karena saya tak mampu bangkit dari keterpurukan. Bahkan Mas Iwan yang selalu mendukung saya, sangat marah. Apalagi akibat kesedihan tak berkesudahan itu, anak-anak yang merasakan dampaknya.
Tangis Tio, Kayla dan Taruli menyadarkan saya, kalau hidup harus terus berjalan. Tak ada yang abadi di dunia ini. Yang pergi selamanya tak akan pernah kembali. Doa dan mengenang mereka sebagai bagian terindah dari perjalanan hidup, itulah yang utama.
“Rather blessings, after counting my misfortunes, I realized how the more blessed I am.” ~ Anthony Liccione
Meski tertatih-tatih saya bangkit untuk menjalani hidup. Bapak dan Mama pasti tak suka melihat keadaan saya. Memiliki mereka sebagai orangtua adalah berkah. Dan mengikhlaskan kepergian mereka melengkapi kesempurnaan berkah itu.
Namun, saat menjalani keikhlasan tersebut, Tuhan memberikan lagi satu ujian. Di tahun 2015 ini. Hari kedua Idul Fitri 1436 Hijriah. Hari Sabtu, 18 Juli 2015. Bulan, adik perempuan yang pas di bawah saya, pergi menyusul Bapak dan Mama, setelah berjuang dalam sakit diabetes yang diidapnya selama 15 tahun.
Luka yang belum sepenuhnya mengering. Yang belum terobati dengan baik, kembali terkelupas. Empat tahun, tiga orang terkasih, pergi susul menyusul. Rasanya bagai mimpi.
“Siapa lagi yang akan Kau panggil menemaniMu, Tuhan?”
“Mengapa waktu seakan tak suka melihat kebahagiaan saya?”
Tapi saya tak boleh terpuruk lagi. Karena Tuhan memberikan berkah untuk saya terima dengan suka cita.
Dalam permintaan terakhirnya, Bulan menitipkan anaknya, Rintar Zahrina untuk saya dan Mas Iwan asuh, jaga dan dibesarkan seperti anak sendiri.
“Titip Ririn ya, kak In. Dia anak Bulan satu-satunya. Hanya sama kak In, yang Bulan percaya untuk menjaga Ririn,” pesan terakhirnya.
Hidup itu indah, karena kita terberkati di dalamnya.
Berkah terindah dalam hidup saya adalah menjadi ibu dari empat orang anak. Dan saya patut bersyukur untuk berkah itu. Rasanya memang berbeda memiliki empat anak dengan usia terpaut jauh satu sama lain. Tantangannya semakin banyak. Semoga saya bisa menjalani semua itu. Insya Allah, Aamiin.
“Family is not about blood, its about who is willing to hold your hand when you need it the most”
Saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman, yang ada saat saya terpuruk, peduli, mengulurkan tangannya agar saya tak terjatuh, agar saya bangkit. Teman-teman baik yang tak cukup spanduk panjang untuk menuliskan nama-namanya. Am feeling blessed. Semoga tulisan untuk “Blessful August Giveaways by indahnuria.com” ini, bisa mewakili rasa terima kasih itu.
Sulit membayangkan level pedihnya. Kehilangan yang berturut-turut oleh maut, menyadari tak ada jalan bertemu kembali di dunia. Ikut sedih Mak…. Semoga sudah lebih ringan rasamu ketika mengingat mereka
Luarbiasa tegarnya mak indah
Saya gak bs bayangin
Kalao seandainya saya jd mak indah
semangatttt kak
berat memang ditinggalkan orangtua apalagi merasa belum bisa maksimal membahagiakannya. saya juga merasakan hal yang sama… tp mama saya sekarang masih ada….
jadi aku pengen bahagiakan dia, semampu saya 🙂
Semoga mbak Indah diberi kesehatan terus dan bisa semangat setelah menghadapi semua ini. Stay strong ya mbak. 🙂
I’m speechless, so warm. Lovely family…
and i cry..huhu peluuuk mba indjul, semoga Allah selalu memberikan kebahagian untukmu dan keluargamu ya mba :*
bener2 nggak kuat bacanya mak… 🙁 *hug*
Allahummaghfirlahum warhamhum wa’afihi wa’fu anhum..
Lihatlah foto2 itu. Kalian bahagia kok. Betapa manisnya tawa di foto itu. Allah pasti sangat menyayangi kalian *hug
Makpuhhh peluuuk. Duh ngebayanginnya, betapa beratnya. Aku selalu berdoa, semoga, sebelum ortuku atau bahkan mungkin aku yang dipanggil Alloh duluan, keinginanku bisa sempat membahagiakan dan menyenang-nyenangkan hati orangtua :’)
aaakh bunda Injul emang berhati malaikat, jadi mewek baca artikelnya. Semoga keluarga bunda terus diberikan kemudahan dan keberkahan Allah YME . AMiiin
Sedihnyaaaa mak :((
Luarbiasa tegarnya mak indah
Saya gak bs bayangin
Kalao seandainya saya jd mak indah
(。•́︿•̀。)
MasyaAllah mak indah,..
Semoga Allah senantiasa merahmati
Aamiin (∩︵∩)
Ya Allah.. Ngebayangin kehilangan 3 orang dekat dlm 4 thn, terasa sekali sedihnyaa.. Saya saja sedihnya lama saat Mama meninggal, apalagi kalau berturut2 ditinggal pergi. Smoga Mak Indah bisa melewatinya dgn sabar dan tabah.
Terharu baca tulisan ini. Ketika Bude dan Pakde saya meninggal dalam jarak 6 bulan saja rasanya masih tidak percaya dan cukup berat bagi keluarga besar sy, apalagi kehilangan orangtua. Semoga beliaukedua orang tua dan adik Mak Injul semua mendapat tempat terbaik di sisi ALlah dan dikumpulah bersama para shalihin shalihat aamiin.
Hiksssss….makpuuhh *peluk erat
Trus setelah baca ini kangeeennn sangat sm mama dan papa, sering sekali saya lalai menelpon mereka 🙁
Hiksss….
mak Injuuuuul…peluuuuk. Iknow, I know, kehilangan orang-orang tercinta itu rasanya beraaaat sekali..and it’s coming berturut-turut begitu. Tapi jangan lupa, mereka sudah tenang di sana mak…yang penting doa kita tak putus :)…dan juga syukur untuk semua berkah-Nya 🙂
Thanks for joining my #BlessfulAugust ya maaak…stay blessed 🙂
Sedih bacanya, Mak.. Ibu saya juga pergi di bulan syawal, hari Jum’at, hampir tujuh tahun yg lalu. Saya bisa ikut merasakan perasaan yang Mak Injul rasakan, karena dulu, beberapa hari stlh ibu pergi saja saya masih sering tiba-tiba menangis kalau ingat beliau. Hanya do’a yang bisa kita panjatkan, Mak.. Allahummaghfirlahum warkhamhum wa’aafihi wa’fu’anhum… Semoga Ibu Bapak kita menjadi ahli surga. aamiin…
Huaaaa aku sedih bacanyaaa, makkk puh dikauuu sing tabah mak, eh malah saya yang galau jadinya, wah apa ya jadi bingung ngomong apa, tapi berasa banget apa yang mak indah katakan, duh mak Indah saya harus banyak bersyukur karena masih diberikan keluarga lengkap. Semangat mak Indah
Rasa kehilangan yang teramat dalam, bahkan nyaris melumpuhkan semua ketegaran dalam diri. Aku bisa ngerasain semua kesedihan yang mak Injul tulis, mungkin aku sendiri belum tentu kuat kalau menghadapi cobaan begitu. Salut untuk semua upaya untuk bisa bangkit dari keterpurukan ya mak… stay strong ! Al Fatihah untuk semua orang tersayang yang udah mendahului…
Ikutan mewek seperti yang lain juga.
semoga bapak ibu khusnul khatimah dan jasi ahli surga ya mbak
Mba Indjul memang wanita super heheee
Kalau baca tulisan kayak begini aku selalu bergumam, “apa aku siap merasakan hal yang sama?”
Hiks, kadang masih suka berantem sama ayah. Masih suka sebel sama ibuk. Masih suka jengkel sama adik dan kakak. Tulisan ini seolah tamparan yang keras.
Semoga keluarga yang telah mendahului mendapatkan tempat terbaik ya mbak Indah.
Sedih mbak rasanya, jadi inget tahun lalu juga kehilangan
aduh netes deh air mataku mbak bacanya. Akhirnya bisa baca tentang kepergian adiknya mbak Indah, waktu itu cuma bisa mendoakan aja gak bisa tanya. Semoga bisa menjaga amana adiknya ya mbak untuk menjaga Rintar
🙁 mbrambangi aku mak baca tulisanmu ini.
inget orangtua, yg sekalipun sekota, juga jarang2 pulang.
Kehilangan adalah kata yang paling menyakitkan…
doa al fatehah untuk mendiang yaa mbak indah 🙁
Hmmmmm jd bikin aku mewek maaaak hikzzzz….. Aku baru kehilangan bapak jg hukzzzz rasanya juga entah lah tak bs digambarkan…. Dan skrg ortuku tinggal ibu….. Makanya kini aku lebiiiih lebiiihhhhh sayang sama ibuku apapun permintaannya meski jauh aku turutin… Meski jauh aku selalu tlp setiap hari….
Hikzxzzz jd kangen ibuku…. Lebaran haji aku mau pulang jd gak sabar nih…..
#wlwh malah curhat#
Semoga ortunya mak Injul dilapangkan dan mendapatkan tempat paling indah disana ya mak ..amiiin
Selalu sabar, sabar, dan sabar Mbakyu.
Salam buat Mas Iwan
Bisa sekali merasakan apa yang makpuh rasakan.Tahun 2014 saya juga kehilangan dua bapak.Februari kehilangan bapakku yang sangat perhatian dan sayang anak-anaknya.Dan sehari sebelumnya masih telpon-telponan.Dan November giliran bapak mertua juga menyusul kepergian bapak.Kehilangan orang -orang terkasih tetap saja membuat sedih.Tapi memang harus ikhlas dan ikutan bahagia karena kedua nya insyaAllah khusnul khotimah dan bisa menyebut Asma Nya saat detik-detij terakhirnya.Tetap semangaat Makpuh.Jalan masih panjaang.
semoga dilapangkan untuk bapak, mama, dan adik di sana..
juga berkah selalu untuk 4 gadis, 1 lelaki, dan Ina mereka yang tersayaang ini :*
Mataku panas, makpuh….
Semoga ALLAH menghadiahkan tempat terbaik untuk ayah bunda dan adik makpuh.
Diamanahi seorang kemenakan, memang sungguh berkah terbaik yang insyaAllah makpuh BISA mengampunya 🙂
Tuh kan jadi ikutan nangis pagi begini baca curhatan 🙁
Alfatihah buat kedua orang tua mak juli 🙂
Aamiin, aamiin, matur suwun ya, Lid 🙂
Yah, mamak. Baca ini dini hari sukses bikin Fenny mewek deh. Fenny juga punya kegalauan yang sama tentang orang tua.Aaaah… semoga keputusan yang Fenny ambil baik untuk semuanya …
Yang pernah kamu ceritakan itu ya, Fenny?
Semoga dilancarkan dan dimudahkan ya.
Ndak bisa berkomentar apa-apa mbak.. Terharu bacanya… Semoga doa-doa yg dipanjatkan, kepada ibu dan bapak. Semoga Allah mengampuni semua dosa2 beliau, dilapangkan kuburnya dan dijauhkan dr siksa kubur…aamiin …
Aamiin, terima kasih sudah mampir Dewi Firyani <3