Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik buat anaknya! Apalagi mengenai masalah pendidikan. Sekarang ini, sudah bukan jamannya lagi orangtua memaksakan kehendaknya kepada anak. Anak bebas menentukan mau bersekolah di mana ia nanti.
Tahun ini, si sulung, Taruli, tamat dari SD. Tak terasa, umurnya akan 12 tahun.
Sebagaimana orangtua lainnya, kami pun berniat memasukkan Taruli ke SMP yang mutu pendidikan bagus, dan kalau bisa tidak mahal. Kami pun merencanakannya bersekolah di SMP Negeri 5 Bekasi, yang kebetulan tidak jauh dari rumah dan merupakan sekolah unggulan di Kabupaten Bekasi.
Itu rencana awal.
Namun, rencana pun berubah. Taruli berniat meneruskan sekolahnya di kota kelahiran ayahnya, Yogyakarta. Ia ingin bersekolah di SMP Negeri 6 Kota Yogya, yang kebetulan bekas sekolah tantenya dan dekat dengan rumah Si Mbahnya.
Kenapa bersekolah di Yogya?
Mungkin karena dicecoki terus oleh ayahnya tentang kota kelahirannya dan bagaimana senangnya masa-masa sekolah di Yogyakarta, maka anaknya pun memiliki keinginan untuk bersekolah di Yogya. Selain itu, kata Taruli, saudaranya di Yogya lebih banyak dibandingkan dengan yang di Jakarta. Bisa saja 🙂
Kami pun mempersiapkan segala sesuatunya untuk kepindahan Taruli bersekolah di Yogyakarta. Semua sudah berjalan hampir 100 persen terlaksana, ketika di awal Februari, si sulung tiba-tiba mengemukakan niatnya untuk bersekolah di pondok pesantren.
Pondok pesantren? Terkejutlah saya, karena tak pernah membayangkan ia akan bersekolah di pesantren. Ia memutuskan untuk bersekolah di Yogya saja sudah membuat perasaan saya gundah gulana, apalagi ini mondok di pesantren. Tak terbayangkan bagaimana.
Beda dengan saya, Ayahnya malah sujud syukur karena Taruli berkeinginan masuk pondok pesantren.
Karena dalam rumahtangga perbedaan pendapat harus disatukan, dan setelah mendengarkan argumen-argumen si Ayah tentang keinginannya memasukkan Taruli ke pesantren, akhirnya saya pun menyetujuinya. Buat saya yang terpenting, keinginan itu datang sendiri dari anak, bukan karena paksaan.
Dan, karena datang sendiri dari dirinya, maka Taruli sendiri yang memilih pondok pesantren yang sesuai dengan keinginannya.
Awalnya, ia bersama ayahnya berkeinginan masuk ke Pondok Pesantren Al Bina yang ada di Karawang, Jawa Barat. Tidak jauh dari tempat tinggal kami di Bekasi. Sayangnya, pendaftaran santri baru di Al Bina sudah tutup bahkan sudah melakukan proses seleksi penerimaan santri.
Lalu, berdasarkan informasi salah seorang teman, membawa kami ke Pondok Pesantren Darunnajah, yang berlokasi di Ulujami, Jakarta Selatan. Pondok pesantren modern dengan fasilitas yang bagus. Taruli langsung tertarik untuk mondok di situ. Kami pun mendaftarkannya.
Tidak mudah untuk masuk ke pondok pesantren. Karena Taruli harus menjalani serangkaian tes antara lain: tes pengetahuan umum, matematika, bahasa Indonesia, dan tentu saja Al Quran dan hadist. Taruli di tes membaca Al Quran dan imla.
Si sulung sempat merasa kecewa dengan tes masuknya. Ia meminta untuk mendaftar juga di pondok pesantren, siapa tahu tidak diterima di Darunnajah. Dari info teman-teman kami juga, Pondok Pesantren Assalam, Sukoharjo, menjadi alternatif pilihan berikutnya.Kami pun mendaftarkannya dan serangkaian tes yang hampir sama dengan di Darunnajah, harus dilakukan Taruli. Untungnya, Taruli tidak perlu ke Sukoharjo untuk tes, karena untuk wilayah Jabodetabek, Assalam mempunya Majelis Perwakilan di Jakarta, di daerah Lebak Bulus. Di sanalah, Taruli melakukan test masuk.
Pengumuman hasil tes santri baru, hampir bersamaan dilakukan ke dua pesantren itu. Alhamdulillah, di kedua pesantren itu Taruli diterima. Namun di Darunnajah, Taruli diterima namun harus mengikuti kelas persiapan dahulu karena imlanya hanya mendapat nilai C.
Taruli lalu memutuskan sendiri untuk mondok di Ponpes Assalam, karena ia diterima dengan tanpa persyaratan. Selain itu, di Assalam nanti Taruli bisa melanjutkan olahraga karatenya yang telah mendapat sabuk biru. Taruli juga bisa tetap menulis karena di Assalam ada program Reporter Cilik, dan tentu saja yang paling menarik buatnya adalah Klub Astronominya.
Ya, ibarat doa yang terkabul, Taruli pun akan menjadi santri baru di Pondok Pesantren (Ponpes) Assalam, Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 24 Juni 2012 nanti. Berbagai persiapan sudah kami lakukan untuk keperluannya selama tinggal dan bersekolah di Ponpes Assalam.
Bagaimana dengan perasaan saya? Meski ada sedikit perasaan deg-degan karena saya akan hidup berjauhan dengan anak perempuan yang paling besar, tapi Insya Allah saya kuat,!
cerita yang menarik kak , sangat terhibur,
suka sama website kakak yang satu ini 🙂
Subhanallagh doa sy terkabul untuk bs ketemu yg putra putrinya di As salam solo
Sekarang klas 9 atau sdh lulus
Gimana perkembangannya ?
Bekasinya mn mbak ?
Mama Edo
BEKASI
ini yang ngeblog beneran cewek yang bernama mbak indah ya…..salut deh ane….
tema untuk android cara upgrade android
Mba Indah..
Taruli Ponpesnya jauh banget..
*ikut ngebayangin rasanya jauh dari anak perempuan, pasti akan kangen..!
Kak Taruli hebat dan orang tuanya tentulah luar biasa. Ikut senang, mba. Karena menjadi lebih mudah ketika anaknya sendiri yang memiliki keinginan. Semoga Kak Taruli bisa jadi hafidzah ya
Sekarang sudah besar ya mbak? sekarang kaka taruli sekolah dimana?
Saya pribadi juga kalau bisa ke pondoknya nanti saat SMA. Tapi karena anaknya mmg ingin sendiri masuk pondok dan Ayahnya mendukung, saya pun mnegikuti suara terbanyak.
bener sekali ,, setiap orang tua menginginkan yang terbaik buat anaknya..
Aamiin, terima kasih doanya ya 🙂
Hidayah datang tak pernah terduga dan tak memandang usia, itu adalah rahasia Sang Khaliq
Setuju, Ayah Dian. Doakan Taruli istiqomah 🙂
Masih muda tapi Taruli sudah punya pilihan sendiri untuk menentukan masa depannya. Pasti bangga ya Mbak punya anak seperti ini. Semoga Tarulis sukses mewujudkan semua cita-citanya…
Aamin, aamin. Terima kasih Evi, Insya Allah, bangga 🙂
wahh.. 🙂 selamat ya mbak.. Alhamdulillah sudah dapat SMP.
Wah, salut saya kalo ada yang mau masuk pesantren atas kemauan sendiri. Adek saya disuruh ngelanjutin sekolah diniyah-nya aja nolak mentah-mentah.
hebat, Taruli sudah punya keinginan sendiri di usia semuda itu
selamat ya ….
Waaaa, hebat kau, Jeng! kalo aku pasti udah menangis bombay membayangkan jauh dari anak perempuanku 😥
Tapi Taruli lebih hebat lagi, berani jauh dari Ibunya 😀 Selamat ya, Nak, semoga apapun yang kau citakan dapat tercapai 🙂
Waaaa, hebat kau, Jeng! kalo aku pasti udah menangis bombay membayangkan jauh dari anak perempuanku 😥
Tapi Taruli lebih hebat lagi, berani jauh dari Ibunya 😀 Selamat ya, Nak, semoga apapun yang kau citakan dapat tercapai 🙂
Mba Indah..
Taruli Ponpesnya jauh banget..
*ikut ngebayangin rasanya jauh dari anak perempuan, pasti akan kangen..!!
wah hebat sekali anak mbak juli, semoga cita-citanya tercapai
Aamiin, terima kasih doanya 🙂
Hihihi, Taruli juga awalnya gitu kok, Yas. Nggak mau masuk pesantren karena jauh dari orangtua.
Yg berperan besar sih, Ibu gurunya di sekolah, kebetulan tamatan Darunnajah, sering cerita tentang pesantren, dan kebetulan pernah sekolah di Kairo. Taruli kan pengen banget tuh sekolah di luar negeri, itu yang memicu dia pengen masuk pesantren 🙂
Subhanallah, mba. Kak Taruli hebat dan orang tuanya tentulah luar biasa. Ikut senang, mba. Karena menjadi lebih mudah ketika anaknya sendiri yang memiliki keinginan. Semoga Kak Taruli bisa jadi hafidzah ya 😉
Aamiin, aamiin. Terima kasih ya Ind, jadi semangat nih orangtuanya 🙂
Kak Injul, boleh saya tahu, Taruli punya alasan apa sih ingin sekolah di pesantren? Ank-anak saya ketika mau di asramakan justru mereka tidak mau karena melihat teman-teman sekelasnya yang di asrama sering rindu orang tua dan harus ngurus segala sesuatu sendiri.
Kak Injul, boleh saya tahu, Taruli punya alasan apa sih ingin sekolah di pesantren? Ank-anak saya ketika mau di asramakan justru mereka tidak mau karena melihat teman-teman sekelasnya yang di asrama sering rindu orang tua dan harus ngurus segala sesuatu sendiri.