Cerita Bersama Takita

 

Dear Takita, terima kasih ya sudah berkirim surat untuk Kak Indah. Senang banget lho dapat surat dari Takita.

Ini jawaban untuk Takita, semoga berkenan ya. Maaf kalau ceritanya panjang, jangan ngantuk saat baca 🙂

Dear Takita, dulu, saat masih kecil, Kak Indah dan adik-adik selalu senang mendengarkan cerita almarhum Bapak tentang kehidupannya di masa kecil, remaja, dan dewasa sebelum menikah dengan si Mama.

Bapak bercerita bagaimana saat bersekolah harus menempuh berkilo-kilo meter ke lokasi sekolah yang jauh dari tempat tinggal Bapak dan tanpa menggunakan alas kaki seperti sepatu. Sandal saja merupakan barang mewah saat itu.

Seperti halnya Takita, almarhum Bapak adalah pencerita ulung. Cerita-cerita yang selalu dituturkannya selalu memikat. Tak hanya bercerita, Bapak juga sangat senang membaca, kebiasaan yang akhirnya menurun kepada kami, anak-anaknya.

Bapak memang senang bercerita, bahkan ketika orang lain melarang berbicara saat makan bersama, Bapak selalu menyuruh anak-anaknya bercerita satu persatu saat makan malam bersama. Makan malam bersama memang menjadi istimewa bagi kami.

Kepada anak-anaknya, Bapak berpesan untuk membiasakan diri bercerita terutama kepada anak-anak dan juga membaca buku. Dan pesan Bapak itu memang manjur terutama di masa anak-anak yang hidup di era modern, di mana film-film kartun dari luar negeri nyaris 24 jam tayang di televisi.

Ingin seperti Bapak, Kak Indah pun senang bercerita kepada tiga anak kakak : Taruli, Tiurma, dan Tiominar. Dan, tradisi bercerita saat makan malam terjadi juga di keluarga kecil kak Indah. Bukan apa-apa, saat makan malam adalah saat berkumpul bersama karena pagi hingga sore hari anak dan suami kak Indah nggak ada di rumah. Ada yang sekolah dan bekerja.

Anak-anak sangat senang mendengarkan kak Indah bercerita. Si bungsu bisa berulang-ulang meminta untuk dibacakan cerita sampai kak Indah suka merasa pegal 🙂

Bagi kak Indah, kegiatan bercerita adalah hal yang wajar dilakukan orangtua kepada anak-anaknya. Namun setelah membaca Surat dari Takita, bercerita adalah kewajiban para orangtua karena menurut Takita, kasih sayang itu ada ketika ayah bunda bercerita.

 

Saat bekerja di salah satu televisi nasional (Indosiar), kak Indah pernah melakukan wawancara dengan  psikolog Ninok Widiantoro tentang manfaat bercerita atau storytelling.

Dari wawancara itu, kak Indah dapat data kalau bercerita atau mendongeng atau dalam bahasa Inggris disebut storytelling, memiliki banyak manfaat. Misalnya saja, mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbicara anak, mengembangkan daya sosialisasi anak dan yang terutama adalah sarana komunikasi anak dengan orangtuanya.

Karena itu disarankan orangtua membiasakan mendongeng untuk mengurangi pengaruh buruk alat permainan modern. Karena interaksi langsung antara anak balita dengan orangtuanya dengan mendongeng sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak menjelang dewasa.

Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara paling ampuh dan efektif untuk memberikan “human touch” atau sentuhan manusiawi dan sportifitas bagi anak.

Sebagai bagian dari seni, dongeng bisa menciptakan sisi kepekaan terhadap sang anak. Tokoh dan karakter yang diceritakan dalam dongeng akan selalu diingat oleh sang anak, baik tokoh baik maupun tokoh jahat. Cerita dongeng juga dapat berpengaruh bagi kesembuhan anak yang sedang sakit, terutama dampak psikologisnya.

Nah, karena itulah kak Indah mendukung mimpi Takita bisa mendengar ayah bunda bercerita setiap masuk rumah dimana pun di Indonesia.

Kak Indah juga akan menyebarkan semangat bercerita, memasang banner Takita sebagai tanda dukungan terhadap Takita. Juga akan mengajak Ayah bunda dan kakak untuk mendukung gerakan pentingnya bercerita.

Sudah dulu ya, Takita, semoga senang dengan jawaban ini.

4 Comments

  1. Pingback: Dongeng, Ciptakan Sisi Kepekaan Anak February 22, 2013
  2. Takita (@KataTakita) September 30, 2012
  3. Takita (@KataTakita) September 30, 2012
  4. Lidya September 20, 2012
  5. Lidya September 20, 2012
  6. Pingback: Surat dari Takita: Mimpi-mimpi Takita - Blog Indonesia Bercerita September 19, 2012

Leave a Reply