Jadi ceritanya, Jumat, 4 Desember 2020 lalu, saya ikut jadi peserta webinar “Kolaborasi dan Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik, yang diselenggarakan oleh Hollabcak Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, dan Gojek. Saat dikirimkan undangan untuk berpartisipasi dalam webinar tersebut, baca temanya, langsung bilang; Iyes mau. Sudah lama banget pengen nulis tentang budaya aman di ruang publik ini terutama terkait dengan kekerasan seksual. Dengan mengikuti webinar ini, pastikan kita punya data yang relevan, yang layak dibagikan ke khalayak umum. Oh ya saya diundang oleh Gojek yang aktif menciptakan budaya aman bagi pengguna dan mitranya #AmanBersamaGojek
Berbagi Peran untuk Ciptakan Budaya Aman di Ruang Publik
Webinar tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Pada Perempuan. Narasumber diskusi virtual ini adalah mbak Astrid Kusumawardhani (VP Public Affair Gojek), Anindya Restuviani (Co-Director Hollaback! Jakarta) dan Putu Aditya Paramartha (Lawyer Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender – KAKG).
Alkisah, saya punya seorang teman perempuan. Sewaktu kecil (umur 10 – 12 tahu), dia pernah mengalami pelecehan seksual (yang baru dia paham setelah dewasa), dari ayah kandungnya sendiri. Dahulu, dia merasa itu adalah perlakuan sayang dari orang tua. Tidak hanya dia ternyata yang mengalami, tapi juga adik kakak perempuannya. Untungnya (masih ada untungnya), perlakuan ayah mereka berhenti ketika mereka memasuki usia remaja. Itu juga karena anak-anak perempuannya berontak dan melaporkan pada sang ibu. Keadaan itu tidak sampai ke luar keluarga mereka, selain erat-erat ditutupi dan juga karena sang ayah tobat. Sekarang, perempuan teman saya itu, paling anti dengan macam pelecehan seksual itu, yang ternyata sering dialami perempuan dewasa.
Saya juga punya pengalaman yang kurang menyenangkan tentang kekerasan seksual secara verbal ketika bekerja di salah satu stasiun televisi nasional. Kebetulan rumah orang tua saya dekat dengan teman kerja, jadi kalau pulang suka jalan kaki meski pulang kerja di malam hari. Yang namanya kerja di stasiun TV, ya harap maklum kalau terkadang pulang malam di jam kerja sesungguh.
Tapi, meski saya adalah warga setempat, nggak terbebas juga dari keusilan para laki (ada beberapa yang saya kenal karena merupakan teman di masa kecil), kalau saya pulang kerja di malam hari. “Baru pulang kak Indah. Mau ditemanin sampai rumah nggak?” begitu ucap mereka. Kalau ngucapinnya tulus sih nggak masalah, lha ini mengucapkannya sambil mengolok-olok dan tertawa kencang.
Dalam penyampaian materi pertamanya, mbak Anindya yang mewakili Hollaback! Jakarta memaparkan bahwa kekerasan seksual selama masa Pandemi Covid-19 ini tidak berhenti, tetap berlangsung. Ibaratnya pindah tempat, dari dunia nyata ke ranah online, dunia maya. Bukan kekerasan fisik, tetapi kekerasan verbal.Dan aksinya itu meningkat karena masih banyak orang yang tidak “aware” dengan kekerasan seksual di ranah publik ini.
Kekerasan seksual adalah perilaku yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, berbasis gender dan termotivasi oleh bias gender. Kekerasan seksual terjadi karena ada pihak yang lebih kuat, yang terus menerus mengingatkan kerentanan kelompok yang lebih lemah. Dan kekerasan adalah tindakan yang bersifat menyerang atau menyebabkan penderitaan/menyakiti orang lain.
Bagaimana pendapat Sahabat Bloger tentang fakta di atas?
Sepanjang tahun 2019, ada 430.000 kasus terlapor, dengan perbandingan 1 dari 3 perempuan mengalami pelecehan seksual. Itu baru kasus terlapor berdasarkan survei Hollaback! Jakarta. Dan ada ratusan kasus yang tak terlaporkan karena korban takut melaporkan terutama kepada pihak berwajib. Kalau menurut saya, korban yang takut melapor itu ya karena faktor psikologi (trauma) juga keadaan lingkungan sekitar. Misalnya, kalau terungkap ke permukaan, bukannya dibantu, biasanya korban malah dicibir. Kadang dikaitkan dengan sikap korban atau hal-hal yang dikenakannya. Miris!
Kekerasan seksual yang terjadi ada di dua tempat:
- Ruang privat; sebagian besar pelaku adalah keluarga sendiri dan berupa kekerasan fisik.
- Ruang Publik; terjadi di transportasi umum dan jalan dan sebagian besar terjadi siang hari. Jadi tidak ada jaminan waktu (pagi, siang, sore dan malam) aman dari aksi kekerasan.
Terkait dengan menciptakan budaya aman di ruang publik dan melawan kekerasan seksual, Menurut VP Public Affairs Gojek, Mbak Astrid Kusumawardhani, Gojek Indonesia mengajak masyarakat untuk menciptakan budaya aman di ruang publik dengan menjadi active bystander. Apa itu?
Berawal dari efek bystander, yaitu fenomena yang terjadi di mana saksi kekerasan di tempat umum berpikir bahwa saksi lain akan melakukan sesuatu sehingga mengurungkan niat mereka untuk melakukan intervensi.
Hal itulah yang berusaha diantipasi Gojek dengan menjadi active bystander. Gojek mengadakan pelatihan active Bystander yang menjangkau jutaan mitra driver. Pelatihan yang diberi title “Aman Bersama GOJEK”, dimulai tahun 2016 dengan tiga pilar yakni edukasi, teknologi, dan proteksi. Di tahun 2020, pelatihan tersedia secara online di aplikasi mitra.
Gojek merasa perlu melakukan pelatihan ini karena 55 % perjalanan Gojek (GoRide dan GoCar) di malam hari dilakukan oleh pengguna perempuan. Dan Gojek juga mempunyai mitra driver dari kalangan perempuan.
Selain itu, Gojek tidak ingin mencederai kepercayaan penggunanya terhadap layanan Gojek, karena 93 % pengguna perempuan menyebutkan standar keamanan Gojek tertinggi di industri.
Edukasi tentang Kekerasan Seksual terhadap perempuan, terutamanya, memang harus selalu digalakkan, jangan sampai hanya berupa wacana saja.
Masalah seperti ini memang nggak boleh dianggap remeh ya Mba, warga atau orang sekitar pun juga harus tanggap jjika ada tindakan asusila begini. Supaya tidak semakin berkembang dan pelakunya pun jadi jera.
Huhu iya banget deh, kekerasan seksual ini terjadi di mana saja, kapan saja, dan bisa oleh siapa saja. Aku sejak kecil sering Nerima itu. Dan malah, kenangan masa kecil itu bikin aku trauma. Semoga dengan semakin banyaknya edukasi dan sosialisasi, serta tulisan teman-teman seperti ini, kekerasan seksual bisa tak terjadi lagi. Nyebelin banget 🙁
Bagus juga ya awareness Gojek terhadap kemungkinan terjadi pelecehan seksual pada perempuan. Kesel banget deh kalau hal ini terjadi, dianggapnya perempuan itu hanya objek aja atau gimana ya di otak para pelaku pelecehan itu.
Salut dengan program Gojek ini. Semoga dicontoh juga oleh para perusahaan penyedia jasa transportasi umum. Supaya nggak cuma #AmanBersamaGojek tapi juga aman saat berada di ruang publik.
Sebagai pelaku industri transportasi yang melibatkan buaaanyak orang, memang upaya GOJEK patut dipuji. Bagaimanapun, meski hanya satu-dua kasus, tapi perna dong baca kasus pelecehan seksual oleh pengemudi online. Kejadian seperti ini secara frekuensi bisa jadi hanya nila setitik, tapi merusak susu sebelanga.
Ngerinya, orang yang tampak “baik-baik” saja, bisa jadi dia ternyata memiliki potensi untuk melakukan pelecehan.
Wah bagus nih kalau gojek peduli sama konsumennya yang kebanyakan perempuan.
Memang suka gtu kadang ada yg mengalami pelecehan gak berani speak up, yg lihat juga diem aja. Waktunya utk mengkampanyekan budaya saling melindungi kek gini
ah keren gojek, aku sbg customer setia gojek jadi makin aman dan nyaman klo naik gojek
maklum kemana mana seringnya pake gojek
weeeh, di sadari atau tidak hampir semua perempuan mengalami hal ini, tinggal tingkat atau levelnya sih, jadi smeua butuh disupport untuk kuat ya mak
Penting banget yaa, Makpuh.
Mengajarkan anak untuk paham mengenai daerah mana yang boleh dan tidak boleh dipegang.
Dan harus selalu berani speak up kalau terjadi kasus pelecehan.
Aku uda paling takut sama hal ini.
Semoga Allah lindungi keluarga kita selalu.
Aammiin~
Ya Allah, nggak kebayang mbak dilecehkan ayah sendiru bagaimana itu traumanya ya..kalau orang lain bisa dihindari nggak ketemu lagi..alhamdulilah Go-Jek concern dengan isu ini dan membuat program perlindungan
Wah keren Makkk webinar dari Gojek ini. Ngomong-ngomong anak-anak yang mengalami pelecehan seksual dari ayahnya sendiri pasti lebih berat traumanya ya. Ya Allah aku aja serem bacanya. Tapi itu memang nyata, betapa banyak para ayah yang memperkosa anaknya sendiri.
Gara-gara suka denger berita itu, aku nggak berani nitipin anak perempuan aku dibawah pengawasan om atau kakeknya aja. Nggak tau, aku jadi nggak mudah percaya ama orang. Ayah kandung sndiri bisa mlakukan pleechan pada anaknya, apalagi orang lain gitu. Amit-amit semoga kita dan anak kita, cucu kita dilindungi dari laki-laki bejat begitu.
Soalnya aku pernah Mak waktu kecil beberapa kali dapet pelecehan seksual. Salah satunya waktu SMA ada yang mau-mau ngeraba-raba PD aku di angkot. Bodohnya aku, aku kaget sampai nggak bisa marahin orang itu. Aku malah lngsung stopin angkotnya aja minta turun. Gemeteran aku. Makanya aku ga mudah percaya ama orang klo ntipin anak tu
Paling gak nyaman kalau ada pelecehan di ruang publik. Oleh karena itu, anak saya kurang begitu suka naik kendaraan umum, dia lebih memilih menggunakan Gojek. Katanya lebih aman.
Dan memang ya, Mbak, sekarang inovasi Gojek semakin memperhatikan kenyamanan pengguna layanannya.
Senang kalo ad yg memperhatikan ruang aman untuk perempuan ini mba. Sy sendiri pernah mengalami hal yg tidak menyenangkan waktu sd dulu. Dan itu bikin sy trauma kalo berada dikerumunan dan melihat tangan. Good job lah buat gojek. Kereen
Senangnya Gojek melakukan pelatihan seperti ini kepada para driver mereka. Bahwa bukan rahasia umum, pemerkosaan misalnya, terjadi dalam taksi. Atau pelecehan seksual saat menggunakan kendaraan umum. Dengan program ini semoga penumpang perempuan Gojek akan selalu merasa aman
Gojek selalu jadi pilihan sejak 2013, sebelum ada fitur ojek online, biasanya aku menggunakan jasa gojek saat itu buat kirim barang, trus 2015 mulai menggunakannya buat jasa antar hingga sekarang
Wow, iya ya ok juga dengan active bystander-nya Gojek. Naik taksi malam-malam ngeri juga, kan. Tiap pergi sendirian, langsung kirim tracking gojek ke suami. Mau perginya siang atau malam, pokoknya suami bisa track aku sampai mana. Dengan ini insya Allah lebih aman.
Edukasi seperti ini sangatlah membantu sekali, yang belum tau secara pasti tentang kekerasan seksual yang sebenarnya akan lebih paham dan berhati-hati lagi saat berada di tempat umum
Aku juga pernah nih ngalami kejadian tidak menyenangkan saat di dalam bus angkutan yang notabene adalah area publik. Jadi ada laki-laki yang duduk di sebelahku tangannya yang ditutupi pakai tas mau megang bagian dadaku gitu. Langsung aku pindah tempat. Ngeri banget.
Perlu selalu ada edukasi seperti ini Makpuh, entah kenapa masih saja ada orang jail sampe yang otaknya isinya ngeres melulu. Smoga usaha berkelanjutan bisa menekan angka pelecehan seksual.
Pulang kerja di jakarta malam hari memang agak serem ya mba, aku juga pernah ngalamin dicegat orang di jalan soalnya. Meskipun bukan kekerasa verbal ato seksual hiks amit2. Anyway budaya aman yg bagian menegur perilaku ini aku msih takut apalagi kalau pelakunya ramai2. Khawatir malah mereka marah gitu
Ketika anak perempuan saya mulai naik transportasi umum untuk pulang ke rumah dari sekolah, saya hanya mengizinkan dia menggunakan jasa Gojek. Sejauh ini, saya puas dengan servicenya. Jadi saya pun merasa aman kalau anak pulang dengan Gojek.
keren mak Indah infonya, anak saya perempuan meski masih kecil tapi saya tuh suka khawatir, zaman sekarang pergaulannya horor sih yaaa jadi bener2 orangtua kudu ekstra hati2 ke anak:)
Senang banget jika banyak yang semakin memperhatikan ruang aman perempuan di ruang publik. Gojek menurutku pantas sebagai aplikasi pelaynana yang memberikan keamanan untuk perempuan penumpangnya
Saluuut banget ama Gojek!
Yap, ini super duper penting, Makpuh.
Karena sebagai user Gojek, aku merasa aman dan mantab jiwa dengan adanya pelatihan semacam ini.
Makin tenang kan, kalau Gojek punya concern seperti ini
wah keren nih thankyou infonya ahhahahaha btw pas corona gini gue jd main game aja cuy di rmh ahahhahah