Ibarat lagu Rosa, Mamaku adalah seorang yang “Tegar”.
Meski terpaksa harus menjadi “tulang punggung keluarga”, Mama menjalankannya dengan ikhlas, nyaris seumur adikku perempuanku yang paling kecil.
Mama baru pensiun bekerja setelah usia 60 tahun, itu tiga tahun yang lalu.
Mama terpaksa bekerja sendiri karena Bapak, yang sewaktu di Medan dulu adalah seorang wartawan, terpaksa diberhentikan karena mengungkap kasus korupsi Gubernur Sumatera Utara saat itu (Marah Halim) , yang tentu saja membuat sang gubernur terhormat kebakaran jenggot. Sejak saat itu, Bapak bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak tetap.
Disetiap hembusan nafasnya, ada rasa bahagia yang tersembul disana, karena mampu mengantarkan anaknya (5 orang) bersekolah hingga jenjang yang paling tinggi. Tak ada kebahagiaan yang mampu dilukiskan, ketika ia dengan bangganya bersanding dengan anak-anaknya di acara wisuda. Mungkin tak pernah terbayangkan olehnya.
Bagi kami, cucuran airmata Mama, adalah duka nestapa.
Kebahagiaan Mama, adalah surga.
Meski Mama tak pernah menuntut atas jasanya, kami selalu berusaha memberikan kebahagiaan untuknya.
Tapi apakah uang yang telah kami berikan membuatnya berbahagia ?
Apakah sikap baik kami, telah membayar semua yang telah ia lakukan ?
Entahlah, yang jelas Mama selalu menjadi tempat bersandar kami dari segala suka dan duka.
Kasih Mama sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.
*teruntuk Mama, yang meski tahu akan adanya Hari Ibu, namun tak pernah menuntut untuk diberi ucapan selamat.