Postingan ini terinspirasi dari Dorama Jepang berjudul Hajimete Koi o Shita Hi ni Yomu Hanashi atau A Story to Read When You First Fall in Love, yang dibintangi oleh Kyoko Fukuda, aktris tenar Jepang yang sudah berusia 36 tahun tapi itu wajahnya masih seperti anak SMP saja. Awet muda dan awet cantik. Daku bukan mau bahas awet mudanya Kyoko, kapan-kapan sajalah. Ku nonton dorama itu karena tertarik dengan temanya, tentang remaja zaman sekarang yang katanya penuh huru hara, masalah atau problem. Eh tapi ya, apa yang dibahas di sini berdasarkan pengalaman pribadi ya, bukan teori dari para pakar. Ku belum sampai secanggih itu. Dari pengalaman dan obrolan sana sini, daku ambil kesimpulan berdasarkan kenyataan, ada 7 masalah terbesar remaja sekarang ini.
Kebanyakan ya 7 masalah? Harusnya kurang atau malah lebih banyak lagi masalahnya. Bebas. Suka suka para orang tua yang punya anak pra remaja atau remaja untuk mengukur masalah seberapa banyak dan pentingnya. Sekali lagi, ini versi daku yang punya dua anak remaja, Taruli yang berumur 18 tahun dan Kayla yang sekarang ini berumur 14 tahun. Remaja dan Praremaja, dengan segala pernak pernik tumbuh kembangnya dalam hidup.
Baca ini juga ya: Susah Serunya Punya Anak Remaja
Masa remaja memang bukan masa yang mudah bagi anak-anak yang dulunya kita anggap anak kecil, dan juga pastinya bagi orang tua.
Yuk, kenali 7 masalah terbesar remaja yang harus dihadapi dan apa yang bisa dilakukan
-
Malas belajar
Di Dorama Hajimete Koi o Shita Hi ni Yomu Hanashi, selain berfokus pada tokoh utama yang diperankan oleh Kyoko Fukada, alur cerita juga tentang Kyohei, seorang anak yang harus menghadapi persiapan masa sekolah menengah atasnya untuk masuk ke perguruan tinggi. Kyohei yang anak orang kaya ini, nggak punya persiapan untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, bahkan untuk ujian kelulusan saja nggak ada persiapan, karena selama dua tahun nggak pernah belajar. Selain malas belajar, ternyata sikap itu juga akibat bertengkar dengan ayahnya.
Malas belajar ini versi daku, adalah persoalan nomor satu dari 7 masalah terbesar remaja dari zaman baheula. Dan ini sesuai dengan analisa para ahli , yang konon, malas belajar merupakan permasalahan utama para praremaja dan remaja, sesuai data 70% lebih praremaja dan remaja itu malas belajar!
Kalau dipikir-pikir, daku di usia seperti itu ( 10 sampai 17 tahun) memang lagi bosen-bosennya sekolah sih. Hahaha. Yah, berarti nggak boleh kaget lagi deh. Dan, harus maklum! Karena kita, eh daku dulu juga begitu!
Sahabat Blogger merasa nggak, pada usia seperti itu, di sekolah pelajarannya lagi susah-susahnya! Dan karakter anak tuh, kalau susah (apalagi ditambah cara ngajar yang nggak fun) makin malaslah belajarnya.
Lagipula, memang anak-anak usia ini memang sudah dibebani pelajaran yang banyak, tapi sebenarnya “alam”-nya mereka tuh masih bermain.
Jadi gimana dong?
Kita, kok kita lagi sih, daku gitu ya, perlu menjelaskan mengenai pentingnya belajar. Anak-anak di usia ini nalarnya sudah berkembang dengan baik. Jadi, ia harus benar-benar mengerti arti dan manfaat belajar itu sendiri. Tapi ya gitu, jangan dipaksa buat belajar kalau lagi bad mood. Apalagi nih seperti Kayla yang sekarang ini kelas IX atau kelas 3 SMP, ikut bimbingan belajar di sekolah dan di luar sekolah yang sampai jam 7 atau jam 8 malam, yang sampai rumah sudah kecapean dan kepala terasa penuh.
-
Minta uang atau barang
Ada saja sih keperluannya saat minta uang. Biasanya untuk uang tambahan karena harus mengerjakan tugas di rumah temannya atau pengen jalan-jalan bareng teman-temannya ke mall atau tempat wisata. Kalau minta barang, biasanya saat ulang tahun. Minta sepatu (yang harganya kadang-kadang bikin hati menjerit).
Kalau barang sih, pengen punya karena lihat di internet. Apalagi kalau idolanya pakai sepatu atau barang, yang menurut dia, bisa juga mereka punya atau beli.
Ya, anak seusia ini sudah melek internet banget, dan mulai suka window shopping. Hmmm, kayak siapa coba? Uhuk.
Nah, selain memang bikin pusing nih permintaannya, tapi ini juga saat yang tepat bagi kita untuk mengajari anak soal barang, Jangan sampai anak beranggapan, bahwa seseorang itu dipandang dari apa yang dipunyainya.
Mereka sudah mengerti gengsi. Juga, ia akan merasa lebih diterima kala ia punya barang yang sama dengan teman-temannya. Karena dengan memiliki barang yang sama, mereka pun nyambung ngomongnya satu sama lain.
Karena itu, ajarkan mana barang yang benar-benar mereka butuhkan, dan mana yang hanya sebatas keinginan. Berikan contoh langsung. Jangan sampai kita atau orang tua pengin tas X hanya karena teman kita punya tas serupa juga.
Monkey see monkey do. Anak hanya akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Right?
-
Suka membantah
Sebenarnya sih bukannya suka membantah, tapi ya itu tadi, mereka sudah mulai berkembang nalarnya. Mereka ingin tahu alasan mengapa mereka harus begini atau nggak boleh begitu.
Mereka sedang mencari pengalaman, dan belajar berhipotesis. Pengetahuannya sudah cukup banyak, sehingga mereka pun pengin “ngetes” semua teori yang sudah diterimanya. Ia mulai bisa membandingkan sesuatu. Misalnya, kok begini di sana boleh, di sini nggak boleh kenapa?
Nah, kita sebagai orang tua mestinya ya memang harus sabar. Belajar menerima dan memahami, bahwa ini adalah salah satu tahapan perkembangan pribadi si kecil.
Perlu juga kita pahami, bahwa membantah bukan berarti anak-anak tak menghormati kita, karena membantah berarti ia sedang tak menyetujui sesuatu. Ini wajar kok. Masalahnya adalah, anak belum tahu cara menunjukkan ketidaksetujuannya dengan tepat.
Jika anak mulai membantah, maka dengarkanlah alasannya. Kemudian jelaskan, bahwa berbeda pendapat itu boleh saja, dan ia boleh mempertahankan kemauannya. Syaratnya satu, bertanggung jawab!
-
Ingin bebas, tapi masih belum berani bertanggungjawab
Baru-baru ini, Taruli, si sulung protes karena ia merasa terlalu dikukung, nggak boleh ini itu, sementara menurutnya inna dan ammanya menganggap ia sudah besar/dewasa. Ia ingin dianggap benar-benar sudah besar dan ingin bertanggungjawab pada dirinya. Nah, tugas kita deh membantunya mengenal rasa tanggung jawab itu.
Tunjukkanlah padanya apa yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya, keasyikan main sampai lupa belajar dan menyiapkan buku. Besoknya bisa jadi ia lupa membawa buku tersebut. Biarkan saja. Jangan antar buku tersebut ke sekolah.
Begitu pun kalau ia lupa membuat PR karena kebanyakan main. Biar sesekali ia menerima hukuman di sekolah sebagai bentuk pertanggungjawabannya.
Ia akan belajar dari pengalamannya, dengan peristiwa yang konkret. Kalau enggak, ia akan sulit memahami arti tanggung jawab yang abstrak itu.
-
Suka memaki atau berkata kasar
Biasanya sih ini terjadi karena meniru orang lain, misalnya tokoh di film atau idolanya. Atau juga meniru orang-orang yang ada di sekitarnya.
Ajaklah ia bicara. Katakanlah bahwa apa yang dikatakannya itu nggak pantas dan nggak sopan. Bertolak dari hal ini, maka ajak ia untuk membuat kesepakatan.
Yang penting, kita nggak boleh langsung marah. Tanyakan dulu padanya, apa maksud perkataannya? Apa artinya? Karena kadang mereka sendiri juga nggak tahu artinya apa. Ya itu tadi, cuma niru aja soalnya.
-
Emosian
Pada usia ini, emosi anak sering naik turun. Satu kali ia begitu riang, lalu tiba-tiba ia bisa sedih atau marah. Beberapa anak perempuan sudah mulai mendapatkan menstruasi pertamanya, sedangkan anak laki-laki mulai mimpi basah.
Inilah saat yang tepat untuk memberikan pendidikan seks pada anak praremaja dan remaja, karena beberapa di antara mereka sudah mulai juga merasakan dorongan seksual ini. Terbukti, mereka sudah mulai naksir-naksir temannya.
Ya, inilah usia rentan untuk dimasuki segala macam yang berbau pornografi.
angan panik! Ayo, segera lakukan sesuatu. Misalnya, salurkan emosi dan segala macam dorongan itu ke bentuk yang lebih positif. Olahraga, misalnya. Selain bisa meredakan stres dan menyeimbangkan emosi, olahraga ini juga bisa membantu si anak perempuan agar haidnya nggak terlalu sakit juga kan?
-
Mulai suka ke mal
Mal jadi salah satu tempat favorit anak untuk hangout.
Ia sudah merasa bisa mandiri, sehingga oke-oke saja pergi ke mal. Anak praremaja dan remaja akan suka janjian ketemu dengan teman-temannya di salah satu kafe mungkin, atau mau nonton film bareng.
Apa yang harus kita lakukan?
Kita nggak perlu melarangnya. Awasi saja dari kejauhan. Misalnya ia mau nonton bioskop bareng teman-temannya, Mama bisa nongkrong di salah satu kafe yang dekat dengan bioskop. Janjian sama anak, bahwa kita menunggunya di situ, dan kalau sudah saatnya pulang, ia bisa ke situ lalu pulang bareng.
Buat kesepakatan sedari awal, bahwa ia boleh saja main bareng teman-temannya di mal, tapi ia nggak boleh sendirian di sana. Mama akan menemaninya, tapi menunggu di suatu tempat yang terpisah. Mama harus janji nggak akan mengganggunya, hanya mengantarnya dan membawanya pulang.
Itu saja sih 7 masalah terbesar remaja versi daku berdasarkan pengalaman punya dua anak remaja. Mungkin nggak sama dengan orang tua yang memiliki anak remaja juga. Tiap orang memang berbeda kok kehidupannya termasuk gaya mendidik anak-anak. Jangan ditelan mentah-mentah apa yang daku sharing di sini ya. Ini sekadar bercerita.
Yuk sharing dong di kolom komentar yang punya anak praremaja atau remaja lainnya. Siapa tahu kan bukan 7 masalah terbesar remaja yang dialami atau nggak ada masalah sama sekali, berbagi tipnya ya.
Ya ya ya itu merupakan salah satu dampak kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Yang perlu kita benahi sekarang adalah bagaimana dalam kita memberi sevice yang baik , misalnya dengan cara mengondisikan anak untuk lebih banyak mendalami ilmu agama.
betul banget itu mbak saya punya anak laki laki yang beranjak dewasa kelas 1 SMK dan prilaku demikian yang menjadi masalah makasih ya mbak salam hangat dari cianjur
Nambahin 1 nih kak … MULAI SUSAH DIAJAK PERGI
apa cuma anak-anak gw aja yang punya masalah ini ya?
Kek nya merasa gak asyik kalo pergi gak lengkap ber4 gitu. Dan merasa insecure kalo salah satu dari mereka cuma sendirian di rumah. Secara hidup di negara orang yang jauh sana sini yah. Maunya sekali keluar rumah ya anak-anak ikut semua macam rombongan sirkus. Hehehe
malas belajar menjadi salah satu permasalahan yang memang sudah dari dulu hehe. Terlebih di zaman sekarang dengan adanya gadget, waktu belajar malah terganggu karena adanya gadget
Jangan-jangan aku masih remaja. Makanya sowan ke Mino terus 😛
No 7 yang belum aku rasakan sbagai ibu.nggak dipaksa belajar nanti malasnya keterusan dipaksa belajar emaknya ditandai kejam
Iya mba, bener banget. Kayaknya gara2 kebebasan berinternet ini orang jadi makin bisa berekspresi, termasuk remaja. Disini peran kita sbg orgtua harus berjuang keras sbg reminder utk anak2 kuta, biar gak jadi generasi malas 🙂
Baca artikel ini jadi manggut manggut, bener juga ya. Zaman saya dulu ga ada internet, mall jg jarang, ga ada ojol berikut semua kemudahan dlm smartphone. Memang beda generasi bikin kita harus menyesuaikan diri menghadapi remaja zaman now ya, Kak.
Saat remaja, dari ketujuh yang Mak Injul sebutin itu gak ada di saya. ? Gak hobi nge-mal juga, dan di masa itu saya lagi rajin-rajinnya belajar demi meraih cita-cita gemilang, uhuk. Benerin jilbab. ?.
anakku udah mulai remaja juga nih mbak, udah baliq 🙂
Kalau uang dia hampir gak pernah minta, kadang uang jajan aja utuh malah bilang gak usah dikasih uang deh sekolahnya. Tapi, aku suka paksa buat pegangan jaga-jaga aja gpp gak dijajanin.
Waah.. Yang terakhir bisa dipraktekkan nanti niih makpuh. Gk ngelarang, gk yang ngebebasin banget juga ya. Tetap didampingi, tapi diberi kebebasan untuk dia bisa berenang2 sendiri.. Thanks makpuh sharingnya ?
Mbak, aku punya adik kelas 1 SMA dan beberapa point itu sering dia lakukan ke aku, salah satunya bantah omongan, dan kesel banget kalau dia disuruh selalu ada alasannya. Kadang aku suka marahin sih, karena yang dia lakukan pas ngebantah itu adalah lagi mainan hp. ?
Huhu, bener banget, Makpuh. Aku nih 2 bocah udah remaja. 7 masalah remaja yang makpuh tulis, kejadian sama aku. Aku sih cuma berusaha bijak dan sabaar aja. Walopun ya, seringnya gak tahan dan ngomel-ngomel. Ihiks… anak-anak ini ya. Waktu kecil kita kepengen mereka cepet gede. Udah gede, tetep aja adaaaa yang kepikiran. :)))
Hahahahaha, bener bener, waktu kecil merasa kapan sih gedenya, setelah remaja, ruwet 🙂
waktu saya remaja, ada bberapa poin di atas sih yang sempat saya lakukan, tapi gak semua. Memang tmn2 saya juga dulu ada yang berprilaku seperti itu. Tapi, sebaiknya orang tua bersikap seolah sahabat, karena di usia itu, pasti gak mau digurui dan lbh suka orgtua bersikap seolah sahabat
Sepakat, orang tua harus pandai menjadi sahabat anak ya, biar jadi orang tua yang asyik.
Masalahku di no 3 & 6. Kalau ke mal masih aku anggap wajar sih krn biasanya habis ujian atau pas liburan aja. Satu lagi tu mrk suka irit WA jadi akunya yg harus bawel tanya mereka lagi dimana ngapain. Cuma buat mastiin mrk baik2 aja krn nggak selalu bisa antar jemput.
Nah ini, salah satu problem zaman sekarang saat anak dikasih hp dengan maksud biar bisa terpantau, eh malah gatot, gagal total mantaunya 🙂
Waktu sekolah dulu, saya jarang minta uang selain uang saku (Karena naik angkot). Juga tidak pernah ke mall karena tidak ada mall, haha. Masalah membangkang mungkin karena sifat coba2 itu yaaa. Kalau kata2 kasar mah dari lingkungan
Iya sih, kata-kata kasar itu kebanyakan karena lingkungan.
Hahhahaa..bener banget semua masalah di atas MakPuh, aku pun mengalaminya.
Buatku yang terpenting komunikasi sama anak dan menjadikannya sahabat dan akupun berusaha untuk masuk sewajarnya dengan pertemanan/sahabatnya anak.
Tapi yang bikin atit ati dan dicuekki, kalo die janjian di mall sama temen2nya, ga mau ditemenin aku bagaikan tukang ojol yang ngedrop penumpang hahhahaa
lha sama, aku pun sering gitu bagaikan ojol 🙂
Kalau masalah malas belajar sulungku yang 14 tahun masuh okelah, normal ajaa. Tapi emosian, suka bantah dan minta barang iyaa
Yang lain masih aman.
Kalau minta barang ini Bapaknya sampai kezel…kita ortu aja make hape sampe elek eh dia pas ada model baru dah cerita panjang lebar tentang keunggulannya, temannya dah ada yang punya dan lainnya.
Enggak langsung minta sih, tapi dengernya terus terusan sepet juga hahaha
Hahahaha, seru ya. Anak lebih canggih dari orang tuanya.
mbak, cocok bener semua kelakuannya persis kayak anak2ku juga hahaha.
Males belajar emang kitanya yang harus motivasi terus tanpa kenal lelah yah mbak.
Abg zaman sekarang rentan kena peer pressure pulak, fase di mana ucapan temen lebih penting dari pada omongan kita huhuhu.
Harus semangat terus nih kitaaa!
Iya beneeer, harus semangat menyemangati anak-anak kita ya.
Nampaknya malas belajar itu default ya, Bunda, terjadi dari generasi ke generasi hahaha termasuk saya 😀
Hahaha, persoalan klasik ya.
Bonus tambahan ke delapan
Seorang remaja sudah bisa membeli makanan sendiri tengah malam menggunakan aplikasi yang tersedia di gawai (saat ibunya tidur) 😀
Hahahahaha, ketauan deh
AKu banget nih, dulu pas jaman SMP-SMA malas belajar. Lebih suka baca komik ahahahaha. Untuknya emakku nggak pernah marahin, beliau woles aja aku mau belajar apa enggak. Tapi justru akunya tanggung jawab sendiri, males belajar tapi nilai bagus (sombong ah ahahaha). Emakku yang ketat cuma soal main. jadi aku dulu anak rumahan, bener-bener nggak boleh main. Kezel banget dah. Makanya saat sudah kuliah kaya bocah lepas, main mulu, sampai sekarang udah emak-emak pengennya juga main terus ahahaha.
Asal jangan tiap hari main ya 🙂
Anakku masih kecil dan beberapa poin masih relevant sama aku dulu sih mak, hahaha. Well noted banget ini kalo anak kecilku udah masuk remaja. Deg2an dari sekarang akutuh, hahaha.
Buat persiapan nanti anak remaja 🙂
Setuju semuanya, tiap remaja bisa mengalami satu atau bahkan ketujuh masalah di atas.
Nah, soal kebebasan, aku ngalami juga tuh. Waktu si sulung protes karena aku nggak mengijinkannya naik gunung. Katanya, ibu aja dulu sering ke gunung, aku kok gak dapat ijin. Duhhh, makjleb pisan, hahahaa… Yah aku khawatir karena kesehatan nya nggak sekuat emaknya ini yang tangguh masa mudanya, hihii
Hihihihi, maksud hati ingin melindungi anak ya, tapi jadi salah pengertian.
Malas belajar itu emang persoalan di segala usia dan segala zaman mak. Hahaha.
Emang sih kalau nggak tau rasanya nggak bakal belajar, kayak cerita Taruli yang ketinggalan bukunya itu. Hahaha.
Ah Taruli mah emang gitu anaknya 🙂
Dari 7 poin yg mbak indah tulis, malas belajar dan ngomong kasar yg aku gak alamin sama anak2ku. Boro2 malas belajar, mbak. Anakku kayaknya malah kerajinan belajar deh. Sampe kadang2 malah disuruh-suruh supaya stop belajar dan ngajakin bolos *jangan ditiru* ?
Gitu juga dengan ngomong kasar,alhamdulillah kayaknya engga sih. Malah dari cerita mereka, di kalangan teman2nya tuh mereka terkenal karena bahasanya yang “teratur” ? Indonesia banget, katanya. Dan mereka juga memang gak suka sama orang yang suka ngomong kasar.
Tapi kalo soal uang dan jalan2 ke mal, jangan tanya deh. Bangkrut ortunya ?
Hahahaha, anak-anakku karena mall dekat sama rumah
makpuh, aku jadi inget jaman remaja dulu hahaaa.
aku suka ke mal dan kumpul sama temen2 aja. Bolos les tapi klo sekolah nggak pernah sih kynya. #kayaknyaaa
udah puas banget sama jaman2 itu, sekarang ya ke mal mah udah kayak biasa aja, bahkan males klo nggak perlu :))
ada beda setelah menginjak 30 tahun tepatnya setelah memiliki anak..
Hahahaha, kalau aku dulu belum banyak mall, jadi mainnya ke rumah teman.
Iya la, semakin kita dewasa semakin mikir kalau mau ke mana-mana ya. Thanks sudah berkunjung ya Ci.