To Spank or Not To Spank — sebuah dilema

Dulu sewaktu belum menikah dan tinggal bersama orang tua, gue pernah berkata dalam hati tidak akan mencontoh pola pengasuhan yang sudah orang tua gue berikan kepada kami, anak-anaknya.

Dulu, gw merasa orang tua terlalu ketat mengasuh dan mengawasi anak-anaknya. Harus rajin belajar, rajin sekolah, rajin sholat, ngak boleh berantem, ngak boleh pacaran sebelum tamat SMA, dan sebagainya yang buruk lainnya, yang menurut orang tua bisa merusak masa depan anak-anaknya.

Ngak jarang, kalau gue melanggar rambu-rambu yang mereka terapkan, gw bakal dapat hukuman. Disetrap berdiri sambil angkat kaki satulah, menulis sampai tangan gempor dengan kata-kata : “Saya janji tidak akan mau mengulangi kesalahan itu lagi.

Menurut mereka, hukuman itu patut diberikan sebagai bentuk disiplin untuk anak-anaknya.

Dan paling bikin gue dulu suka menangis diam-diam dalam hati (orang tua gue melarang kita menangis keras-keras. Ngak ada istilah nangis kejer deh), kalau hukuman itu berupa hukuman dipukul. Yah ngak dipukul di tanganlah, atau dipukul di pan**t.

Pelan sih, ngak pernah keras atau kenceng, cuma tetep aja, namanya anak-anak, gue berpikiran orang tua gw itu kejam, sadis, dan segala yang jelek-jelek lainnya gue cap buat si mamah, si tukang hukum 😀 (Maaf  Ma, I love u full). Dan kalau udah begitu, gw bertekad kalau gw punya anak nanti, gw ngak akan mau menghukum anak gw seperti itu. Gw ngak mau mukul. Cukup disetrap aja (hehehehe, sama aja yah).

Tapi, ternyata oh ternyata… betapa gw merindukan masa-masa kecil gw dihukum dulu. Disetrap suruh berdiri angkat kaki, dipukul pantat atau tangan, disuruh pegang kuping sampai pegel, ah…ah…ah

Mungkin ini yang dibilang kemakan omongan sendiri. Sebagai orang tua, gw dan Mas Iwan juga menerapkan hukuman kepada Lily dan Kayla (dua anak gw yang sudah besar), kalau mereka berbuat nakal atau berantem antar saudara (kek di Afghanistan tuh :D), atau hal-hal ceroboh yang dilakukan anak-anaklah.

Hukumannya sih standar aja, berdiri selama beberapa menit, sambil diceramahin kalau mereka udah berbuat salah. Setelah puas gw berceramah, barulah selesai hukumannya.

Tapi namanya anak-anak, kadang kan mereka juga suka ngak kira-kira kalau berantem, malah pernah pakai pukul-pukulan segala. Nah kalau udah gitu, gw suka emosi jiwa juga. Kadang nih suka ngak nyadar tangan udah terangkat aja mau mukul.

Mukul apa yang bisa gw pukul deh. Dan sasaran apa lagi yang enak kalau bukan bokong aka pa*t*t ?!  Tapi untungnya, Alhamdulillah, belum sempat tangan tuh mampir di p*nt*t anak gw, mereka udah ketakutan dan minta ampun. Saat itulah, gw yang gelap mata terselamatkan oleh tatapan mata ketakutan dari anak-anak gw.

Ah jadi dilema sendiri buat gw, apa benar hukuman itu sebagai bentuk disiplin yang harus diterapkan kepada anak-anak sebagaimana orang tua gue dulu.

Di satu sisi, gw merasa kalau ngak dihukum, anak-anak jadi kurang disiplin. Mereka jadi sembarangan berbuat masalah, sering bertengkar, sering berbuat salah, dan hal-hal yang bikin mangkel.

Disisi lain, kalau dihukum, gw takut anak-anak trauma atas hukuman itu. Bisa jadi, bukannya disiplin, anak-anak malah jadi penakut. Bukannya disiplin, anak-anak malah membenci orang tuanya (walaupun gw ngak membenci orang tua mereka atas hukuman yang pernah mereka berikan).

So, jadi hukuman apa yang pantas kita berikan ?

12 Comments

  1. Silvie Amelia March 2, 2017
  2. Dini November 17, 2009
  3. tuteh November 14, 2009
  4. Evy November 13, 2009
  5. fanari November 12, 2009
  6. zee November 11, 2009
  7. retma November 11, 2009
  8. nh18 November 11, 2009
  9. tukangecuprus November 11, 2009
    • Indahjuli November 11, 2009
  10. Bang Aswi November 11, 2009
    • Indahjuli November 11, 2009

Leave a Reply