Museum Keraton Sumenep, Apa Kabarmu?

Kenapa bikin judulnya pakai apa kabar? Karena terakhir ke Sumenep itu tahun 2016 tapi nggak mampir ke museum dari peninggalan Keraton Sumenep itu. Pertama kali ke Sumenep, dan mampir ke Museum Keraton Sumenep itu tahun 2014.

Saat lihat foto-foto perjalanan saya ke Sumenep, Madura, tebersit untuk buat blogpost tentang Museum Keraton Sumenep. Sayang foto sih, utamanya. Selain itu biar sah jadi warga Blogger Piknik Jogja yang dimotori oleh Sang Empunya Blog Insan Wisata, Hannif Andy itu lho. Hehehehe

Berkesan sih, waktu berkunjung ke museum yang menyajikan sejarah perjalanan dari Keraton Sumenep yang ditengarai memiliki hubungan dekat dengan Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo. Sumenep juga merupakan salah satu kawasan terpenting dalam sejarah Madura.

Sumenep ini mempunya branding wisata “Soul of Madura”, yang diberikan karena tingkah pola masyarakatnya yang selalu menjunjung tinggi tata krama serta keramahan kepada setiap tamunya.

Cerita saya tentang Sumenep bisa dibaca di link berikut ya.

Baca juga: Surga Kecil di Ujung Timur Madura 

 

Perjalanan ke Sumenep

Museum Keraton Sumenep

 

“One’s destination is never a place, but a new way of seeing things”

~ Henry Miller (American Writer) 

Sumenep merupakan kabupaten ke-4 di Madura setelah Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan (yang juga menjadi ibukota Pulau Madura).

Perjalanan saya ke Sumenep dimulai dari Kota Surabaya, Jawa Timur. Saat itu saya bersama dengan teman-teman blogger lainnya dari Madura (Plat M), Surabaya, dan Malang. Kami sengaja berangkat dari Surabaya, untuk menikmati suasana lain yang selama ini saya lihat saat pertama kali berkunjung ke Pulau Madura.

Perjalanan dari Surabaya ke Sumenep sekitar 4 jam dengan menggunakan bus. Ada 5 kali sesi tidur di bus, bangun, tidur lagi, bangun, sampai saya merasa bosan buat tidur. Ya, dimaklumi karena Sumenep ini terletak di ujung timur Pulau Madura.

Untunglah saat memasuki Sampang dan Pamekasan, pemandangan pantai yang indah mulai mendominasi. Ada yang bisa dilihat. Sekitar malam hari kami baru tiba di Sumenep. Dan baru berkunjung ke Museum Keraton Sumenep dua hari setelah kami beranjangsana ke Pulau Gili Labak.

Baca juga: Perjalanan ke Pulau Madura

 

Museum Keraton Sumenep

 

Museum Keraton Sumenep

 

Museum Keraton Sumenep ini gampang ditemukan. Selain karena terletak di pusat kota Sumenep, museum juga berada di pinggir jalan utama yaitu Jalan Dr Sutomo No.6, di belakangnya Keraton Sumenep, yang masih ditinggali oleh keturunan raja-raja Sumenep.

Di Museum Keraton Sumenep ini, kita akan mendapatkan penjelasan tentang sejarah Kerajaan Sumenep. Apalagi ada foto-foto dari para pemimpin Kerajaan Sumenep yang masih terlihat baik dan terawat.

 

Sejarah Kerajaan Sumenep

Adalah Arya Wiraja sebagai Adipati pertama Sumenep yang membawa banyak kemajuan bagi Keraton Sumenep. Sebelum memerintah Sumenep, Arya Wiraja adalah demang Kerajaan Singosari, dan bersama dengan Raden Wijaya, ia mendirikan Majapahit. Perjuangannya ini membuatnya mendapatkan promosi menjadi demang di Singosari lalu Adipati Kerajaan Sumenep.

Ketika masa penjajahan Belanda, Kerajaan Sumenep pun berakhir pada tahun 1883. Oleh pemerintah Hindia Belanda, Sumenep dikenal dengan sebutan regent, dan Pangeran Pakunataningrat diangkat sebagai Bupati Sumenep pertama.

Bupati terakhir dari kalangan bangsawan Keraton Sumenep adalah Kanjeng Pangeran Ario Prabuwinata bergelar Tumenggung Ario Prabuwinata (1926 – 1929).

 

Museum Keraton Sumenep

 

Koleksi Museum Keraton Sumenep

Koleksi-koleksi menarik lainnya di Museum Keraton Sumenep ini banyak. Di antaranya piring ajaib yang diyakini warga Sumenep, jika diletakkan makanan di atas piring tersebut tidak akan basi selama seminggu. Sayang kala itu kami tidak bisa melihat piring ajaib tersebut karena ruang penyimpanannya sedang ditutup.

Ada juga Al Quran besar, yang menjadi satu-satunya koleksi yang tidak berkaitan dengan Keraton Sumenep. Al Qur’an besar ini dibuat pada tahun 2005, kala MTQ Nasional diselenggarakan di Kabupaten Sumenep.

Selain berukuran besar dengan panjang 4 meter lebar 3 meter dan berat 500 kilogram, Al Qur’an ditulis tangan oleh seorang perempuan warga Desa Bluto bernama Sofiyanti ini, dan terbuat dari kertas panoraga yang cukup sulit didapat dan sampul kulit kerbau, dengan waktu pembuatan selama 6 bulan.

 

Museum Keraton Sumenep

 

Bagian Lain dari Keraton Sumenep

Oh ya, di lingkungan Keraton Sumenep dan museumnya ini ada Taman Sare, yang dahulu kala air yang berada di kolam pemandian para putri keraton memiliki kekuatan magis. Katanya sih bisa menambah aura kecantikan bagi yang membasuh wajah dengan kolam air tersebut sehingga mudah mendapatkan jodoh. Kapan-kapan deh saya tulis tentang Taman Sare ini.

Selain museum, di bagian lain keraton ada Pendopo Agung, yang pada saat kami berkunjung sedang dipakai latihan menari sekelompok anak muda Sumenep yang akan menjadi penyambut tamu pemerintah Kabupaten Sumenep.

 

Keraton Sumenep memang masih menyisakan keindahan masa lalu yang harus tetap dijaga. Apalagi keraton dikenal dengan sebutan Potre Koneng (Putri Kuning), julukan yang diberikan kepada Ratu Ayu Tirto Negoro, salah satu permaisuri Raja Sumenep yang berasal dari Cina, yang terkenal memiliki kulit kuning bersih.

 

Museum Keraton Sumenep

 

Sahabat Blogger yang ingin berkunjung ke Sumenep, jangan sampai lupa untuk berkunjung ke Museum Keraton Sumenep. Sayang banget buat dilewatkan.

Siapa lagi yang mencintai sejarah bangsanya kalau bukan anak bangsa sendiri, ya kan?!

 

16 Comments

  1. Teknolime September 8, 2018
  2. tipan droid April 13, 2018
  3. Spesifikasi HP February 23, 2018
  4. Inayah July 17, 2017
  5. Nofan July 17, 2017
  6. rainhanifa July 16, 2017
  7. abid July 15, 2017
  8. Phie July 15, 2017
  9. Yuniari Nukti July 13, 2017
  10. Dianisa July 13, 2017
  11. Farida Pane July 13, 2017
  12. ericka July 12, 2017
  13. Ristin July 12, 2017
  14. Nasirullah Sitam July 12, 2017
  15. nur rochma July 12, 2017
  16. Ardiba July 12, 2017

Leave a Reply