“Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.”
― Dee Lestari
“Berapa umurnya? 45 tahun? Ah jangan, sudah tua”. (seseorang dari digital agency)
“Sudah 40-an mah mikirin ibadah saja, nggak perlulah ikut-ikutan seperti anak muda”. (seorang teman hore-hore)
“Ibu baru 45 tahun sudah sering sakit-sakitan, gimana nanti tuanya, saat 50 tahun!”
Ucapan yang terakhir itu dari dokter spesialis penyakit dalam yang saya datangi di penghujung bulan Maret 2017 lalu.
Ternyata saya belum dianggap tua oleh Sang Dokter.
Senang deh? Hahahaha, antara iya dan tidak.
Iya karena saya merasa diri belum tua-tua amatlah, belum ngawinin anak, karena versi saya orang yang sudah tua itu adalah yang sudah punya menantu dan cucu 🙂
Tidak senang tidak dianggap tua, karena bosanlah jadi orang muda terus, masa nggak ada kemajuan gitu. Teknologi saja semakin maju, masa kita yang pelaku teknologi nggak mengikuti arusnya.
Tua itu pasti! Sehat itu pilihan!
Itu yang dikatakan dokter saat menyerahkan hasil diagnosis atas keluhan yang saya derita sehingga harus ditangani ahlinya.
Lalu mengalirlah berbagai nasihat dan perintah yang harus saya lakukan supaya nanti di usia lanjut bisa tetap sehat, dan setidaknya hidup lama sampai anak-anak berhasil, menikah, punya cucu dan sebagainya. Intinya, hidup sehatlah selamanya, jangan sampai sakit. Diaminkan ya 🙂
Sakit sepertinya menjadi momok bagi orang-orang yang berusia menjelang paruh baya seperti saya. Bahkan menurut Sang Dokter, jaman sekarang ini banyak orang seusia saya bahkan ada yang lebih muda lagi (sekitar 30 -40 tahunan) yang memeriksakan dirinya dengan berbagai keluhan.
“Jangan galau dengan usia yang bertambah, karena bisa menimbulkan rasa tidak bahagia, kepikiran terus dan bisa jadi sakit. Kalau orang lain mengalami krisis paruh baya, dikau malah jelang paruh baya sudah krisis,” kata seorang teman saat saya curhat mengenai kesehatan saya yang melorot sejak beberapa bulan terakhir ini.
Krisis paruh baya? Uenak saja. Hidup saya lempeng-lempeng saja kok, udah nggak butuh pembuktian diri. Status-status saya di sosial media juga nggak ada yang heboh dan tidak penting. Saya juga nggak bergaya ‘sok muda’. Tidak perlu drama untuk dikenal orang lain.
Kalau pun saya aktif di sana sini, ya memang begitulah saya. Udah dari sono, dari lahirnya, kata almarhumah Mama tentang kegiatan saya yang seabrek sejak dari zaman sekolah. Saya mirip almarhum Bapak yang senang berorganisasi dan berkomunitas.
“Lha terus kenapa sakit-sakitan?!
Iya kenapa ya kesehatan saya melorot. Sejak November 2016 sampai Maret 2017 ini, saya harus beberapa kali ke dokter untuk memeriksakan kesehatan.
Saya dan Trigger Finger
November 2016, dokter Ortopedi memastikan saya terkena Trigger Finger. Jari-jari tangan (terutama jari tengah dan jari manis) kaku.
Gejala yang saya rasakan sebelum memeriksakan diri ke dokter:
- Jika telapak tangan ditekuk lalu diluruskan, pada saat diluruskan itu jari tengah dan jari manis agak berat dibuka dan terasa seperti ada bunyi ‘klek’ saat lurus. Pada saat klek itu, jari terasa nyeri.
- Lalu kalau telapak tangan ditekuk lalu dibuka, gerakannya nggak bisa cepat. Seperti ada yang menahan jari-jari itu untuk bergerak cepat.
Saya pikir itu terjadi akibat diserempet mobil saat mengendarai motor. Saya pun ‘berobat’ ke klinik fisioterapi UNY. Di sana, berdasarkan keluhan saya terutama tentang diserempet itu, mereka lalu memijat tangan untuk memulihkannya.
Tapi, sampai satu minggu telapak tangan saya tetap seperti itu. Kembali lagi ke klinik fisioterapi. Diterapi lagi dengan lebih intensif. Nihil juga. Kali ketiga, saya disarankan untuk ke Ortopedi di Rumah Sakit Panti Rapih.
Dari pemeriksaan intensif Ortopedi itulah dipastikan ‘tendo’ terjepit oleh pulley, sehingga jari-jari kaku saat menekuk. Apa itu tendo dan pulley? Tendo adalah otot yang melekat pada tulang, sedangkan pulley adalah selubung untuk mengikat tendo di tulang.
Dokter menyarankan saya untuk operasi kecil jari-jari saya. Beuuuh, mikirin operasinya saja saya udah ciut seperti mau mati, apalagi ada 4 jari (dua jari tangan kanan dan 2 jari tangan kiri) yang akan dioperasi. Kelar deh hidup, nggak bisa apa-apa.
Saya minta waktu ke dokter untuk mempertimbangkannya. Saya lalu mencari tahu di internet tentang Trigger Finger ini dan semuanya menyarankan operasi 🙁
Tapi saya takut operasi. Nggak kebayang juga 4 jari.
Tidak sengaja, saat ngobrol dengan ibu-ibu teman sekolah Tio, salah seorang ibu ternyata pernah mengalami Trigger Finger. Saran dia untuk mengatasinya, fisioterapi di suatu klinik, olahraga renang dan medical ball yang biasa digunakan para atlet kalau terkena radang sendi.
Saya pun mengikuti saran itu. Fisioterapi dan latihan menggenggam dengan medical ball dan squishy 🙂
Sebenarnya pengin berenang karena saya tahu itu paling ampuh buat peradangan sendi. Tapi belum menemukan pelatih renang perempuan. Saya agak sungkan berlatih renang dengan instruktur cowok. Malu sama umur nggak bisa renang 🙂
Dari hasil rutin fisioterapi dan latihan menggenggam itu, sudah jarang mengalami trigger finger. Nggak bisa sembuh total, karena memang harus operasi untuk menuntaskan serangan tersebut.
Kenapa bisa terkena trigger fingger? Kata dokter, karena gaya hidup dan neuropati yang pernah saya alami.
Kok bisa gaya hidup? Karena saya suka sambil tiduran mainan gadget, apalagi di malam hari yang harusnya dipakai untuk beristirahat. Begitu juga mainan keyboard laptop atau PC. Tiada hari tanpa ketak-ketak, padahal seharusnya kita mengistirahatkan tangan selama dua hari dalam seminggu.
Saya dan Anemia
Awal Maret 2017, sepulang dari acara #SidoPiknik di Semarang, saya merasakan kelelahan yang luar biasa.
Di pagi hari sekitar pukul 07.00, sepulang dari mengantar anak-anak ke sekolah, saya selalu ingin tiduran. Badan rasanya berat untuk digerakkan. Perut terasa mual seperti ingin muntah tapi tidak bisa. Hal itu berlangsung hingga pukul 1 siang.
Ketika sore hari, saya merasa segar dan dapat beraktivitas. Tapi, malam hari seusai sholat Isya, kembali lagi terulang. Lemas tak berdaya. Saat dibawa untuk tidur, malah tidak bisa. Saya resah kalau tidur, baru bisa tidur nyenyak sekitar pukul 2 dini hari, tapi terbangun di pukul 4 pagi. Anehnya, saat bangun pagi itu, saya malah segar apalagi kalau sudah mandi lalu mengantarkan anak-anak ke sekolah, tidak ada masalah.
Hal ini terus berulang. Tapi anehnya lagi, sewaktu saya mengikuti acara Cultural Amazing Race Brother Indonesia di Yogyakarta, saya tidak merasakan hal-hal itu, kecuali memang tidur malam yang resah.
Seusai acara Brotherlah, saya merasakan kembali dan kali ini disertai pusing tiada tara.
Awalnya saya curiga saya hamil (lagi). Apalagi saya mengingat pengalaman Sary Melati (Co Founder KEB), yang merasakan hal yang sama dan ternyata dia hamil.
Saya galau. Rasanya nggak siap dan lelah jiwa raga karena saya selalu bermasalah dengan kehamilan 🙂
Daripada stress mikirinnya, saya kembali memeriksakan diri. Kali ini sih ke dokter umum. Seperti biasa, dokter tanya apa keluhan dan saya jawab apa yang saya rasakan.
Dokter lalu memeriksa kondisi saya, lalu ketika memeriksa mata, beliau bertanya, “Ibu sedang haid?”
Sempat kaget dengan pertanyaannya, walau dalam hati lega (karena ternyata nggak ada dugaan hamil), saya jawab tidak, karena sesuai jadwal baru akhir Maret masa bulanan. Dokter lalu meminta saya untuk melakukan tes darah. “Kita tes darah ya, saya curiga ada masalah karena mata Ibu pucat”.
Saya pun tes darah. Satu jam menunggu, hasil tes darah keluar tapi dokter menyarankan saya untuk kembali lagi esok harinya.
Saat kembali di hari berikutnya, dokter kembali memeriksa kondisi saya dan kembali lagi melakukan tes darah. Aneh, pikir saya. Kembali lagi menunggu selama satu jam, tes baru keluar. Dokter memanggil saya.
“Ibu sebaiknya rawat inap ya, ini dari dua hasil test kondisi ibu tidak bagus. Ibu terserang anemia. Hb ibu rendah sekali. Normalnya perempuan itu Hbnya 13, Hb ibu 9. Hematokrik Ibu 31, seharusnya 35. MCA dan MCH juga sangat di bawah standar normal. Ibu bersyukur ke sini tidak dalam keadaan pingsan.”
Saya diam. Antara takut dan nggak ngerti apa yang diomongin sama dokter. Yang saya tahu hanya Hb, kurang darah. Beberapa kali memang saya mengalami Hb rendah, tapi memang tidak sampai 9. Antara 11 dan 12.
Lalu saya meminta dokter untuk rawat di rumah saja dan berjanji untuk menaikkan Hb. Dokter awalnya nggak setuju, tapi saya jawab, “Kan tadi Dokter bilang, saya nggak pingsan berarti saya masih kuat.”
Dokter memastikan, kalau saya menderita anemia pernisiosa atau kekurangan Vitamin B12. Dokter pun memberikan saya obat, terutama vitamin untuk kurang darah saya. Saya pun diwajibkan untuk makan 7 jenis buah dan 3 jenis sayuran setiap hari. Oh nooooo 🙁
Kenapa saya bisa terkena anemia? Kalau yang ini jelas berhubungan dengan Neuropati yang saya alami. Kekurangan Vitamin B12. Dan ada hubungannya dengan riwayat kehamilan dan melahirkan saya. Kapan-kapan deh saya ceritakan tentang itu.
Sekarang saya dalam kondisi menaikkan kembali hingga batas normal Hb saya. Butuh waktu lama sepertinya, karena kemarin periksa lagi masih 11, kurang 2 lagi untuk normal. Tapi sudah lumayanlah.
Tekad Hidup Lebih Sehat Lagi
Hikmah dari dua diagnosis kesehatan yang saya alami itu membuat saya bertekad untuk hidup lebih sehat lagi. Bukan hanya buat saya sendiri, tapi juga buat anak-anak dan suami. Keluargalah yang paling penting dan nomor satu.
- Sekarang saya rutin melakukan work out selama 30 menit di rumah via Youtube.
- Tidur lebih cepat, walau bangun pun jadi cepat 🙂
- Tidak main gadget/laptop/pc seharian.
- Memilih kegiatan yang lebih sesuai dengan usia dan kebermanfaatan 🙂
Ada juga hikmah disuruh beristirahat lebih banyak, bisa kembali membaca buku. Selama masa istirahat ini, sudah 4 buku selesai dibaca dalam empat hari. Rekor!
Tua itu Pasti! Bahagia itu Harus.
Jelang usia paruh baya ini, saya harus hidup lebih sehat. Saya juga tidak mau terkena krisis paruh baya karena itu hanya sekedar mitos.
Saya ingin hidup bahagia. Dikenal dan dikenang sebagaimana saya, bukan karena ketuaan atau usia lanjut saya.
Saya ingin walau berusia tua tetap aktif beraktivitas. Menjalani hidup dengan penuh rasa syukur. Banyak kok perempuan-perempuan berusia lanjut yang tetap bisa aktif, bahkan seorang Nenek Yuni yang berusia 66 tahun bahagia ketika berhasil naik gunung.
Walau umur lanjut, saya ingin seperti Bu Sauri, tetangga rumah yang setiap pagi berolah raga senam dan umroh untuk pertama kalinya di usia 60 tahun. Ingin seperti ibu berambut putih yang saya selalu saya temui tiap pagi di lampu merah perempatan Gejayan, seusai mengantar anak-anak sekolah. Ibu itu masih semangat mengayuh sepedanya, sepertinya habis berolahraga, terlihat dari baju yang dikenakannya.
Tua bukan berarti tidak bisa beraktivitas seperti anak muda. Tidak bisa berprestasi. Shirley Temple, Audrey Hepburn, adalah aktris-aktris yang hingga usia tua dan akhirnya hayat menjadi Ambassador PBB. Widyawati dan Titik Puspa, aktris Indonesia yang masih tetap cantik juga aktif.
Eh ini isi tulisan sepertinya nggak nyambung ya sama judulnya. Hahahaha, embuhlah, toh kesehatan juga bagian dari hidup menjelang usia paruh baya kan. Kapan-kapan deh saya bahas tentang Jelang Krisis Paruh Baya ini, apa dan bagaimana ya.
Atau Sahabat Blogger yang seusia dengan saya ada yang mengalami krisis paruh baya? Sharing ya.
Kalau pernah menderita atau sedang menderita anemia berbagi cerita yuk. Jujur, saya masih galau dengan penyakit ini 🙂
Terima kasih udah berbagi Mak. Duh aku juga kudu mulai berbenah. Sukanya gadgetan, tidur larut malam, tapi males olahraga dan makan sembarangan. 🙁 Masih belum kuat nih tekad hidup sehat. 🙁
harus mengistirahatkan jari dua hari dalam seminggu ya. alarm juga nih buat saya.
saya 40 mak. mau juga sehat terus sampai tua, sampai dipanggil Alloh.
Menurutku sih Umur boleh tua, tapi semangat harus jiwa muda…
Tetap semangt ya bu…
Kalau saya sih lebih muda dari Mak Indah. Wahaha sombong… Agak membahayakan juga ya Mak kalau sampai harus operasi gitu. Iya sehat2 terus ya Mak biar bisa terus mendampingi anak2 dan ayahnya 🙂
Sambil baca postingan ini aku reflek lho gerak-gerakin tangan. Kadang kalau keasikan ngoprek gadget sampao bikin tangan kesemutan. Kebiasaan jelekku nih ngoprek gadget sambil tiduran. Terus aku juga jadi ngitung umur. Oh nooo, bentar lagi kepala 4. Hahaha… Anyway sehat selalu ya, Mak.
Kak!! Sehat2 ya.
Aku pun sama lah lagi persiapkan masa krisis paruh baya hehehe
Soal Trigger Finger aku baru tau Kak dari tulisan ini. Jadi rambu2 nih.
Kak Indah semoga lekas pulih yaa, semakin berumur memang banyak penyakit datang yaa, kudu jaga kesehatan sejak muda. Reminder 4 me lah, itu si sulung udah gadis yaa, cantik pula. Bentar lagi mantu lho 😀
wah kok baru tahu trigger finger ya mbak hehe. padahal tiap hari tangan gak lepas dari yang namanya keyboard wkwkwk
Wah, Trigger Finger, ngeri juga ya Mak, bagi kita2 yang seharian bersentuhan dengan keyboard dan keypad. Duh, kudu ngurangi jg nih.
Hm, krisis paruh baya? Sejauh ini belum ngalamin, Mak, semoga jangan sampai deh, mari kita anggap itu sebagai mitos saja. Mari upayakan agar kita bisa HIDUP SEHAT LEBIH LAMA, yuk!
Iya, trigger finger itu yang paling nggak oke di hidupku 🙁
Sehat, sehat, Insya Allah 🙂
pelajaran ni buat aku yang baru mau jadi dewasa muda, hehehe
Okefix, kalau belum ngawinin anak berarti belum tua kan yah. Alhamdulillah aku juga masih muda 🙂
Makasih infonya mba. Aku juga skrg kalau tidur maksimal 30 menit aja buat main hape. Mau nonton atau ngecek sosial media. Kelamaan juga bikin tangan kaku.. makanya aku ngakalinnya pakai monopod.
Sip, berarti aku juga belum tua. Intan masih kuliah dan belum menikah. Hehe. Sip! Aku masih muda, walo sudah mau masuk 47, hehe.
Hahahaha, iyalah kita tuh muda, cuma tambah umur saja 🙂
oh iya ya pakai monopod.
Benar, Lin, jangan sampai kita ketergantungan sama sosial media 🙂
Betuuulll, sehat itu pilihan.. Semoga lekas sehat ya mak..
Saya sering banget ketika bangun pandangan jadi kabur & hoyong, nggk tahu sih karena anemia atau darah rendah ya? Dulu pas hamil tensi sampai 80/60 dan cek hb juga di batas bawah walaupun masih normal.. Alhamdulillah kandungannya waktu itu ga kenapa2, hihi
Sama dengan waktu aku hamil anak ketiga, Tio, hb juga rendah, tapi Alhamdulillah nggak ada masalah.
Yang sekarang ini malah ngedrop banget Hbnya.
Makpuh,semoga segera pulih ya….tinggal 2 lagi,semangaaattt ^^
Haduuuh kalau mengurangi main gadget, susah mak puh. Ini aja bagian jempol tangan kanan juga sering pegel nih. Apa krn sering main gadget juga kali yaa..belum priksa saya.
Mak Injuuul sehat-sehat selalu yaa.. Emak Blogger Solo juga lagi pada pengen olahraga tuh, termasuk saya. Dan karena ngga bisa olahraga bareng, jadi olahraganya sendiri-sendiri di rumah, via IG dan youtube. Hehe.. Semangaaat sehat semuaa.. 🙂
Duh belajar dari maksay Injul yang tetep smngat mesi sbnrnya HB ngedrop. Ngeri deh kalo dibiarkan berlarut-larut
Hihihihi, untung ke dokter ya, jadi tau apa masalahnya 🙂
Terima kasih ya sudah berkunjung.
Wiiih asiik namaku kesebut ??
Semangat sehat-sehat lah Mbaaak, biar makin tua makin jaya #apeu *kisskiss*
Hahahaha, Jaya di darat, laut dan udara ya.
Dirimu juga sehat dan bahagia selalu ya :*
Aiiih aku sering banget mainin hp sambil tiduran pas malam. Duuuh hrs diinget deh, supaya stop..
Akupun pgnnya selaku sehat mba, sampe tua kalo bisa, supaya bisa trs traveling saat pensiun nanti :).
naaaaah bener ini, saat tua nanti saatnya puas travelling tanpa khawatir cuti terpotong 😀
Kudoakan ya Fanny.
Kayak kita gini rasanya makin gampang terserang penyakit ya, kak. Kalo aku yang paling berasa itu ya reumatik. Nyeri ngga jelas kadang-kadang. Terutama di persendian kaki. Kak, coba deh kalo ada waktu dan budget, check ke Penang, Malaysia. Siapa tau second opinion nya lebih menenangkan. Karena makin banyak dengar opini dokter khawatir jadi kepikiran sendiri dan memicu penyakit lain. GWS ya kakakkuuuu?.
Terima kasih ya Molly, dirimu juga cepat sembuh :*
usia bertambah memang nggak bohong ya, makanya aku maksain workout setiap hari selama 30 menit sekarang ini.
mbak foto paling atas itu di omkara kan? aku pernah nginep di kamar itu heheh…
eh kok jadi komen ga penting sih
salah satu penyakit yg banyak diidap perempuan kayanya anemia ya mbak aku jaman gadis dlu lumayan tuh HB rendah sekarang alhamdhulilah udah sehat. moga2 mbak indah sehat2 selalu ya 🙂
Iya di Omkara, ih asyik banget nginep di sana 🙂
Aamiin, aamiin, terima kasih ya, sehat selalu juga buat dirimu Busui.
mainan gadget…oh tidaaak, jadi sedari masih muda kudu dijaga nih. kalau aku ngerasa tangan kanan pegel. mungkin karena seharian klik klik mouse
Iya, salah satunya karena klik klik Mouse juga, nay 🙂
Makpuh, aq jatuh cinta sama quotenya si Dee. Ikutan nyimpen ya. Aku skrg juga mengurangi aktivitas dg gadget makpuh. Apalagi mata kanan kaburnya tambah. Kata dokter sih efek gadget. Pengen olahraga rutin ?. Renang yuuk,k ta ajari wes. Aku skrg mulai rutin renang lagi setiap Rabu Sabtu. Sekarang juga berusaha santai aja ngeblognya. Eh ini sih alasan buat malas hahahaha
Eh seriusan mau ngajarin daku berenang? Yuk yuk 🙂
Mak Indaaah. Samaaaa beberapa bulan terakhir aku juga sedang diminta untuk banyak ‘istirahat’. Sekaligus diingatkan untuk banyak bersyukur ketika sehat .
Sehat-sehat yaa smoga lekas membaik :*
Dirimu juga sehat dan bahagia selalu ya 🙂
Doa saya untuk mak ijul “semoga tetap sehat selamanya, sampai anaknya udah nikah dan punya cucu, jangan sampai sakit biar bisa terus bersosialisasi.” Amiiiin.. ?????
Suka banget sama ini eda:
“Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.”
― Dee Lestari
Apalagi yang ini:
Tua bukan berarti tidak bisa beraktivitas seperti anak muda. Tidak bisa berprestasi. Shirley Temple, Audrey Hepburn, adalah aktris-aktris yang hingga usia tua dan akhirnya hayat menjadi Ambassador PBB. Widyawati dan Titik Puspa, aktris Indonesia yang masih tetap cantik juga aktif.
Memang harmoni jadi kunci ya. Beraktivitas dan istirahat kudu bersinergi dalam harmoni.
Cepat sembuh ya, eda…
Btw, aku paling suka deh kalau ditebak usia jauh lebih muda, apalagi kalau sampai 10 tahun.
Gimanaaa…. gitu.
Tiang… mana tiang…!
Hahahahaha, dirimu mah nggak terlihat tua lah, apalagi sibuk travel gitu.
Mauliate godang ya Eda, sehat-sehat pun dirimu 🙂
Mak Injulll… Sehat-sehat selalu yaa..
Aku baru tahu, kalo suka mainin hape pas tidur bisa berefek Trigger Finger. Duhh.. padahal aku sukanya juga kletak-kletak. Bahkan sampe rumah pun, malemnya kletak-kletak. >.<
Oiya, dulu Mamaku pas seumuran dirimu jarinya pernah bengkak juga, sampe cincin kawinnya harus dipotong saking sakitnya. Trus dia ke dokter syaraf di Bethesda. Setelah disuntik embuh apa gitu, sembuh sampai skrg nggak kumat2 lagi.
Disuntik osteoarthritis ya?
Kalau daku nggak disarankan disuntik karena takut kena tendonnya.
Kapan-kapan aku mau periksa di bethesda lah, perlu second opinion juga 🙂