Suka Dukanya Mendidik Remaja, Praremaja, dan Anak-anak dalam Satu Rumah

Sesungguhnya, menjadi sebenar-benarnya Ibu dimulai saat anak-anak remaja. Dari mereka, Ibu belajar menahan emosi, ekspresi dan cinta. Seburuk-buruknya hubungan Ibu – Anak, pasti ada cinta di antaranya ~ Solo, Mei 2013

Postingan ini terinspirasi dari twitnya Lusi Tris dan gempurannya Carra (Carolina Ratri) yang udah beberapa kali minta dibikinin outline tentang suka duka mendidik remaja dan praremaja.

Pegel kali ya, Carra membaca keluh kesah daku tentang anak zaman sekarang yang super duper fantastis? Apalagi tiga anakku rentang usianya lumayan jauh. Si Bungsu Tio (8 tahun, kid), sudah sering daku ceritain. Kayla, 12 tahun – tween, yang tipikalnya khas praremaja, dan ada Taruli, 17 tahun, teen–remaja–yang selalu merasa kalau innanya terlalu banyak menuntut.

 

So, what is the difference between teen, tween, and kid? Apa sih bedanya remaja, praremaja, dan anak-anak?

Mengutip dari Quora

Kid, Tween, Teen, and Young Adult ages:

  • Baby- 0–1 ( A baby can’t walk)
  • Toddler- 1–3 (They start to walk and talk)
  • Kid- 3–9 (Typical kid that is growing up) (Preschool and elementary kid)
  • Tween- 10–12 (A kids but with more attitude) (Middle school kid tail end of elementary )
  • Teen- 13–19 ( A Independent youth that we all love to call teenagers) ( Middle school, High school and a little bit after that)
  • Adult/Young Adult- 18 years of age and on (The grown human being that we turn into)

Bagaimana rasanya punya tiga anak dengan rentang usia yang cukup jauh, dengan karakter dan selera masing-masing? Yang hanya akur pada saat jam tidur, ulang tahun dan jalan-jalan?

 

Serunya Mendidik Remaja, Praremaja, dan Anak-anak – Beda Karakter Beda Penanganan

Kalau cerita tentang Tio sih sudah sering ya, dan nggak terlalu menguras pikiran. Selain itu, Tio masih sering bercakap-cakap dengan saya karena masih tidur bareng dan masih suka ikut ke mana pun saya pergi.

Memiliki anak di usia pra remaja dan remaja rasanya seperti makan permen Nano Nano. Tahu nggak permen itu? Yang rasa asam, manis dan pahitnya berkumpul jadi satu, sampai bingung rasa apa yang lebih dulu terasa di lidah.  Satu anak pra remaja, satu anak remaja, meski terlahir dari rahim yang sama, keduanya saling bertolak belakang.

Kayla; si praremaja, cenderung nggak banyak ngomong. Dinasihati, diomelin, diajak diskusi, lebih banyak diamnya. Nggak membantah, nggak juga setuju. Datar ekspresinya. Nggak tahu juga perasaan hati sesungguhnya, karena dia jarang cerita kalau nggak dipancing. Yang lebih sering diceritainnya tentang keinginannya jadi orang terkenal. Famous people!

Taruli; remaja yang baru saja merayakan 17 tahun usianya ini, hubungan saya dengannya bisa dikategorikan, love and hate. Seperti yang pernah saya ceritakan di postingan Generation Gap, kalau lagi ngobrol dan terus berujung pada adu argumentasi, sepuluh kata dari saya, dua puluh kata dari Taruli.

 

Suka Dukanya Mendidik Remaja, Praremaja, dan Anak-anak dalam Satu Rumah

 

Praktik Tak Semudah Teori

Banyak tip dan trik dalam mendidik remaja dan praremaja yang sudah kita kunyah, udah kita masukkan ke pikiran selama ini. Tapi begitu berhadapan langsung dengan anaknya, hancur leburlah semua teori itu. Teori selalu lebih mudah daripada praktik. Practise makes perfect berlaku. Dari segala hal yang terjadi pada anak praremaja dan remajalah, yang membuat kita terlatih sebagai orang tua.

Jangan tanya sudah berapa kebalnya saya dalam menghadapi anak pra remaja dan remaja. Selalu ada yang baru, selalu ada pemicu yang membuat hidup terasa seperti jet coaster. Sudah senang-senangnya naik ke atas, anteng, begitu di atas menukik tajam, bikin jantung serasa mau berhenti berdetak.

Apalagi, sudah empat tahun ini saya dan Mas Iwan, LDM-an, jadi segalanya menjadi tanggungan saya. Yang menyebalkan itu, ketika saya harus menjadi monsternya, sementara Mas Iwan jadi malaikatnya.

 

Prinsip Mendidik Remaja dan Praremaja: Jangan Membandingkan

Belajar dari Kayla dan Taruli, sekarang ini saya nggak pernah lagi mau membanding-bandingkan masa remaja saya dengan mereka. Selain udah beda zaman, beda sosok ibu bapaknya, anak-anak di era digital ini–menurut saya–sudah lebih canggih pola pikirnya.

Apa yang dulu dilakukan Mama Bapak almarhum ke saya dan adik-adik, nggak berlaku lagi diterapkan ke Taruli, Kayla dan Tiominar. Hal-hal yang dulu dilakukan orang tua kita, lebih banyak saya pakai buat acuan, perbandingan dalam mengasuh dan mendidik ramaja, praremaja dan anak-anak saya.

Yang punya anak pra remaja dan remaja, sudah pernah belum, ketika kita emosi jiwa, lalu terlontar kata-kata, “Kamu harusnya bersyukur sudah Inna/Ibu lahirkan. Bersyukur punya orang tua seperti Inna Amma.”

Lalu dijawab, “Nggak pernah minta dilahirkan kok. Nggak tau juga kalau bakal jadi anaknya Inna Amma. Kan belum ada wujudnya!”

Jangan ditanya rasanya, karena saya belum pernah ngalamin ditombak dari belakang, atau ditusuk pakai pisau. Nggak sakit sih, cuma ya kaget saja dijawab seperti itu. Tapi memang bener sih ya. Mereka nggak pernah minta dilahirkan dan nggak bisa milih juga siapa yang jadi orang tuanya. Seperti kata Taruli, kalau bisa milih, ya maunya jadi anaknya George Clooney dan Amal Alamuddin.

 

Mendidik Remaja dan Praremaja: Bertolak dari Diri Orang Tua Sendiri

Kalau menurut saya sih, bagaimana mendidik remaja dan praremaja ini kembali ke diri kita masing-masing sebagai orang tuanya.

Boleh-boleh saja, mencontoh atau mempraktikkan gaya hubungan orang lain. Apalagi kalau kita lagi curhat kan pasti banyak tuh yang kasih komentar, yang kasih tau harus begini, seperti begitu. Tapi sebaiknya tetap harus sesuai karakter kita sebagai orang tua dan anaknya. Karena tiap orang punya gaya parenting dan karakter anak yang berbeda, walau masalah yang dihadapi sama.

Seperti halnya saya dalam menghadapi karakternya Kayla, berbeda dengan saat menghadapi Taruli. Jujur, dengan Taruli, lebih bergejolak dan lumayan susah mengatasinya.

Kayla lebih anteng, lebih mudah menerima larangan atau nasihat. Dengan Taruli, saat saya memberlakukan larangan atau memberinya nasihat, harus jelas kenapa larangan atau nasihat itu diberikan. Inginnya dia harus diperhatikan, sebagaimana keinginan saya yang diterapkan kepadanya.

 

Suka Dukanya Mendidik Remaja, Praremaja, dan Anak-anak dalam Satu Rumah

 

Trik Mendidik Remaja dan Praremaja

Dari semua itu ya, menurut saya lagi nih, dalam mendidik remaja dan praremaja itu, sebagai orang tua haruslah:

  • percaya kepada mereka. Percaya yang benar-benar percaya, tanpa keraguan.
  • harus memberikan tanggungjawab
  • harus bersikap tidak membeda-bedakan antara anak yang lebih besar atau anak yang lebih kecil. Kasih sayangnya harus merata.
  • Sebisa mungkin nggak menuntut terlalu banyak. Jangan memberikan beban harus seperti ini, harus begini begitu.
  • Aturan yang diberikan harus jelas. Jangan kebanyakan aturan, anak bisa mabok aturan yang malah bisa bikin runyam.

Masalah anak dan orang tuanya memang nggak pernah ada habisnya dan tak lekang dimakan zaman. Baik buruknya hubungan anak dan orang tuanya, tergantung bagaimana menjalaninya.

Yang pasti sih, saya percaya, seburuk-buruknya hubungan anak – orang tua, selalu ada cinta di dalamnya. Karena anak selalu punya cara untuk menunjukkan rasa cintanya tanpa kita minta.

21 Comments

  1. Erdjon March 24, 2020
  2. meta March 19, 2020
  3. Bang Aswi | @bangaswi November 29, 2017
  4. ode rahmah November 28, 2017
  5. Maria Soraya November 26, 2017
  6. Mutia November 25, 2017
  7. Fanny Fristhika Nila November 24, 2017
  8. Lusi November 24, 2017
    • Lusi November 24, 2017
  9. esthy wika November 24, 2017
  10. Ratna November 24, 2017
  11. Inda Chakim November 24, 2017
  12. Yati Rachmat November 24, 2017
  13. Ardiba November 24, 2017
  14. Bunda Erysha November 24, 2017
  15. Icha November 24, 2017
  16. Nuvaderma November 24, 2017
  17. Tia November 24, 2017
  18. monda November 23, 2017
  19. Herva Yulyanti November 23, 2017
  20. Aqied November 23, 2017

Leave a Reply