Andrea Hirata Tidak Percaya Writer’s Block, Kenapa Kita Tidak?

Postingan ini republish (sebelumnya terbit tanggal 1 Maret 2020) karena hilang akibat proses transfer domain & hosting. Writer’s block atau kebuntuan menulis adalah keadaan yang sering dialami penulis hingga menyebabkan kehilangan semangat untuk menulis kembali dengan dalih tidak ada ide atau kehabisan kata-kata. Menurut Andrea Hirata, penulis novel Laskar Pelangi (novel fenomenal yang sudah diterbitkan di 23 negara di dunia) tidak ada itu kebuntuan menulis (writer’s block) dan ia tidak percaya akan hal itu. Bagi Andrea, menulis itu tidak ada writer’s blocknya selama penulis membuat atau menciptakan perspektif sebelum menulis. Perspektif? Apa hubungannya perspektif dengan menulis ya. Mengapa Andrea tidak percaya kebuntuan menulis.

Bukan karena saya penulis terkenal atau sudah ada ahli dalam menulis. Tapi saya tidak mengerti apa itu writer’s block – Andrea Hirata

Andrea Hirata Tidak Percaya Writer's Block, Kenapa Kita Tidak?

Mengapa Andrea Hirata Tidak Percaya Adanya Writer’s Block?

Beruntung saya mendapatkan undangan dari Penerbit Bentang Pustaka, yang mengadakan event Intimate Evening with Andrea Hirata, yang diadakan sehubungan dengan peluncuran novel terbaru Andrea, “Guru Aini” yang dipersembahkan untuk para guru di Indonesia.

Jumat, 14 Februari 2020 (bertepatan dengan Hari Valentine nih), daku datang ke Digilib Cafe (Lantai 2 Fisipol Universitas Gajah Mada – UGM). Rencananya, acara akan berlangsung pada pukul 15.00 WIB (3 sore), tapi hari itu, hujan deras menerpa Yogyakarta (sepertinya keseluruhan Yogya deh), daku pun izin telat datang karena terpaksa naik Gocar (hujan disertai angin kencang bikin khawatir kalau naik motor). Ternyata, teman-teman blogger lain yang diundang pun, minta izin telat karena terhadang hujan).

Tapi ya, pesona Andrea “Si Ikal dari Belitung” ini, terlalu kuat untuk tidak membatalkan kehadiran meski cuaca Yogyakarta sedang tidak bersahabat. Saat tiba di Digilib Cafe, sudah banyak yang hadir. Satu persatu berdatangan, menerjang hujan.

Penerbit Bentang benar-benar mengemas acara secara intimate. Kami yang hadir duduk mengelilingi kursi yang diduduki Andrea, yang menjadi pusat perhatian. Mas Salman Faridi – CEO PT Bentang Pustaka yang membuka acara mengatakan kalau acara ini adalah acara santai. “Ngobrol seputar creative writing, terutama proses penulisan buku Guru Aini,” jelasnya.

Acara intimate membahas proses penulisan ini ternyata adalah keinginan Andrea Hirata. Seperti yang diungkapkannya, sudah mulai bosan dengan acara-acara ala jumpa fans. “Datang, salaman, foto-foto. Tidak ada sesuatu yang didapat atau yang bisa dimaknai dari acara yang hanya sebentar itu. Kalau seperti ini, kan kita bisa ngobrol tentang menulis,” ungkap Andrea, yang penampilannya (menurut daku lho ya), tidak pernah berubah dari awal terkenal.

Setelah bercerita tentang dirinya dan apa yang sekarang ini dilakukan, Andrea membuka sessi tanya jawab (yang sudah pasti ini paling ditunggu-tunggu yang hadir). Dari beberapa pertanyaan, yang paling seru menurut daku yaitu pertanyaan bagaimana pria yang pernah bekerja di PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) selama 12 tahun ini mengawali karier menulisnya dan bagaimana caranya mengatasi kebuntuan menulis atau writer’s block.

Kenapa saya sudah menulis dua lembar, tulisannya berhenti. Balik ke judul baru lagi. Bagaimana hari ini bisa asyik nulisnya – satu bab, dua bab, besoknya blank, sama sekali tidak bisa menulis. Bagaimana memindahkan riset yang kita lakukan ke dalam tulisan yang enak dibaca.

Andrea Hirata Tidak Percaya Writer's Block, Kenapa Kita Tidak?“Kalau saya itu, sudah 15 tahun di dunia buku, menulis, apa yang dikatakan oleh penulis, jangan langsung kita percayai karena itu subyektif.

Kita harus menemukan sendiri gaya menulis yang kita sukai. Saya tidak mengerti apa itu writer’s block. Tidak percaya akan writer’s block. Bukan karena saya penulis terkenal atau sudah ahli dalam menulis. Pendekatan manusia berbeda.

Bagi saya, menulis itu seperti memasukkan gajah ke dalam lubang jarum. Gajah yang besar, lubang jarum itu nyaris tak terlihat karena kecil atau tipisnya. Yakin bisa masuk? Harus yakin dan percaya.

Kalau kita sudah bisa mengkondisikan diri untuk menulis dalam kondisi apa pun, menulis itu tidak ada writer’s blocknya. Bagaimana caranya?

Sebelum menulis, saya menciptakan perspektif (sudut pandang). Bangun dulu perspektifnya, kita ciptakan secara detail, baru setelah itu duduk menulis. Bagaimana menciptakan perspektif? Berpikirlah secara konstektual (konstektual – berhubungan dengan konteks kehidupan nyata).

“Tulisan itu akan berhenti sesuai dengan perspektif kita yang kontekstual. Dan itu tidak membuat kita buntu menulis, tidak kekurangan ide juga tidak kehabisan kata-kata yang akan dituliskan,” ungkap penulis yang novelnya Laskar Pelangi menjadi pemenang pertama dalam New York Book Festival 2013.

Nah, buat penulis yang suka merasa buntu ide (daku juga sering banget nih), bisa ditirulah gaya menulisnya Pak Cik ini. Buat dulu perspektif, lalu menulis hingga tamat.

Proses Menulis untuk Novel Guru Aini

Novel Guru Aini yang terbit 2 Februari 2020 merupakan prekuel novel Orang-Orang Biasa (terbit 2019). Yang bercerita tentang Bu Desi, seorang guru matematika yang idealis dan mengajar murid-muridnya di daerah pelosok. Guru Aini ini merupakan novel pertama Andrea yang mengambil perspektif guru. Konflik yang diangkat di novel ini, bagaimana Bu Desi mengajarkan matematika kepada Aini, seorang siswa yang kesulitan menangkap materi pelajaran tetapi memiliki semangat juang yang tinggi.

Proses penulisan Guru Aini, menurut Andrea Hirata, selama dua tahun karena harus melakukan riset yang berkaitan dengan pelajaran matematika yang dihadapi para murid. “Ketika menulis Guru Aini, di depan saya itu ada soal-soal matematika. Saya membayangkan ketika mengerjakan kalkulus dan lainnya.”

Riset sangat penting dalam suatu penulisan. Fiksi mau pun non fiksi. 

“Yang lama dari proses penulisan Guru Aini ini adalah risetnya yang selama dua tahun itu. Dan dari riset ini, saya diyakinkan kalau tidak ada seorang anak pun yang bodoh! Kalau menulis bukunya, tidak lama, sekitar tiga mingguan.”

Intimate With Andrea

 

Wah cepat juga ya menulisnya. Kok bisa. Andrea Hirata bersyukur dia terlahir sebagai orang Melayu. Dalam masyarakat Melayu itu diceritakan Andrea, ada yang namanya budaya bercakap-cakap. “Talking Culture”  Di kampung Andrea Hirata – Belitung, ada pepatah yang mengatakan, saat orang-orang berkumpul di warung kopi, satu cangkir, satu tokoh dibicarakan. Dua atau tiga cangkir kopi, bisa satu kabinet pemerintahan dibicarakan.

Duduk di warung kopi di Belitung dari pagi sampai sore, bisa selesai dua novel. Hmm, pantas ya banyak pujangga atau sastrawan Indonesia yang berdarah Melayu. Berkata-kata rupanya sudah mendarah daging dalam tubuh orang Melayu.

Sebelum menuntaskan sessi Evening Intimate, Andrea menekankan pentingnya riset dalam penulisan novel. Dan dari hasil risetnya untuk buku Guru Aini, penggemar Ahmad Tohari ini membagikan tentang arti keluarga dan kebahagiaan yang sederhana, jauh dari gemerlap harta.

Seperti itu deh kira-kira sharing penulis populer yang pernah bekerja sebagai penyortir surat di PT Pos Indonesia ini tentang Creative Writing dalam buku-buku yang ditulisnya. Mau populer seperti Andrea Hirata? Bisa dicontoh proses dirinya dalam menulis, tapi kalau soal gaya tulisan, ya jangan dicopas, nanti nggak dapat aura tulisan kita sendiri.

Mau terkenal? Sabar. Tak ada yang cepat dalam mencapai suatu kepopuleran, ada prosesnya. Bahkan mie instan yang katanya cepat proses masak dan makannya, tetap harus dibuka bungkusnya dulu. Hehehehe.

Notes: nyesek juga ya postingan hilang, walau bisa ditrack karena sudah terindex di Google. Butuh waktu hampir 3 minggu buat daku move on, publish lagi di blog, karena kesal banget.

Tidak Percaya Writer's Block, Kenapa Kita Tidak?

 

***

FYI: Featured image’s milik Elisabeth Murni (http://www.ranselhitam.com/)

36 Comments

  1. Dadah January 25, 2023
  2. Liswanti April 16, 2020
  3. Larasatinesa April 16, 2020
  4. Uniek Kaswarganti April 15, 2020
  5. Echaimutenan April 15, 2020
  6. Nurul Fitri Fatkhani April 15, 2020
  7. lendyagasshi April 15, 2020
  8. Lisdha April 15, 2020
  9. April Hamsa April 15, 2020
  10. Ugik Madyo April 15, 2020
  11. ira duniabiza April 15, 2020
  12. Eri Udiyawati April 15, 2020
  13. Andiyani Achmad April 15, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  14. Rosanna Simanjuntak April 15, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  15. Rifqy Faiza Rahman April 15, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  16. Neti April 15, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  17. Milda Ini April 15, 2020
  18. Armita April 15, 2020
  19. Evi April 15, 2020
  20. Mydaypack April 15, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  21. dhani April 14, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  22. indah nuria April 14, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  23. NurulRahma April 14, 2020
    • Indah Julianti Sibarani April 15, 2020
  24. Nurul Sufitri April 14, 2020
  25. Eni Rahayu April 14, 2020
  26. Mugniar April 13, 2020
  27. Elly Nurul April 13, 2020
  28. Nchie Hanie April 13, 2020

Leave a Reply