17 Agustus di Istana Negara yang Luar Biasa

Ada empat hal yang tidak pernah bisa datang kembali :

Kata yang terucapkan,

anak panah yang telah terlepas dari busurnya,

masa lalu dan kesempatan yang telah disia-siakan (Omar Idn Al Ali)

 

 

Jakarta, 17 Agustus 2017 pukul 13.30 WIB, Jalan Medan Merdeka Utara.

“Selamat siang, Mbak, undangan upacara penurunan bendera?” Petugas keamanan berseragam hitam menyapa saat saya akan memasuki pintu gerbang menuju air mancur Istana Merdeka.

Saya mengangguk sambil menyerahkan undangan bertanda khusus.

“Selamat ya, Mbak. Anda beruntung,” ucap Paspampres itu saat melihat undangan yang saya berikan. “Nanti setelah air mancur, ke kanan, pintu masuk ke lini undangan ada di sana. Tapi masih belum dibuka sekarang,” lanjutnya.

Sejenak saya terpana saat petugas Paspampres tersebut memberikan ucapan selamat atas keberuntungan saya diundang hadir dalam upacara penurunan bendera di Istana Negara dalam peringatan HUT RI ke 72.

 

Keberuntungan yang nyaris saya sia-siakan. Kesempatan yang tidak akan datang dua kali

Kalau bukan karena Taruli yang menyemangati saya untuk datang ke Jakarta menghadiri acara besar nasional itu, saya tidak akan punya cerita menarik atau tidak bisa “pamer” di sosial media. Hahaha, tetep sosmed yang dipikirin. 

Kata Taruli, “Datanglah, Inna. Walau upacara penurunan bendera, kan tetap acara nasional. Inna itu lucu. Yang nggak penting senang didatangi, yang penting dan keren gini, malah ogah-ogahan.”

Sebenarnya sih, bukan karena masalah upacara penurunan benderanya. Tapi saya galau dengan kesiapan waktu dan juga fisik. Undangan itu saya terima pada hari Senin malam, sementara saya harus memberikan jawabannya paling lambat hari Selasa pagi.

Jujur, saya kerepotan mengatur waktunya. Saya harus membagi waktu dengan urusan antar jemput sekolah anak-anak. Tambahan lagi, pada hari Jumat tanggal 18 Agustus-nya, saya akan pergi ke Jombang bersama teman-teman travel blogger Jogja. Rencana yang sudah disusun dengan matang, jauh sebelum ada undangan tersebut.

Untungnya, Tio libur sekolah pada tanggal 17 Agustus itu, sedangkan Kayla mau naik sepeda ke sekolahnya untuk upacara saja.

Setelah bertanya sana sini dan merencanakan waktu biar semua berjalan lancar, saya pun berangkat ke Jakarta pada hari Rabu (16 Agustus siang) untuk hadir acara upacara penurunan bendera 17 Agustus di Istana Negara.

 

17 Agustus di Istana Negara

 

Kata adik saya, Wahyu, saat kami bertemu untuk makan siang sebelum saya melangkahkan kaki ke Istana Negara, “Loe harus bersyukur, Kak. Dari sekian banyak blogger, loe diundang ke Istana Negara buat 17 Agustusan. Dan, loe beruntung masih diingat, kan waktu bulan puasa lalu, loe nolak buat datang bukber.”

Benar juga pikir saya. Saya beruntung karena diberi kesempatan lagi oleh pihak Sekretariat Negara untuk datang ke Istana Negara. ada acara Buka Puasa Bersama Presiden Jokowi dan netizen yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2017 lalu, saya tidak bisa hadir. Padahal ya, acara itu lebih intim, bisa ngobrol langsung dengan Pak Jokowi.

Waktu itu, saya menolak datang karena tidak ingin berlebaran sendirian di Jakarta. Pikir saya kala itu, datang ke Jakartanya sih gampang. Balik ke Yogyanya? Semua tiket kereta api sudah ludes. Tiket pesawat yang tersisa paling mahal harganya. Sementara naik bus, saya ogah.

Tapi saya senang karena tepat pada hari ulang tahun, mendapat kiriman kartu ucapan Selamat Idul Fitri yang ditandatangani oleh Pak Jokowi. Kebahagiaan yang remeh memang 🙂

 

17 Agustus di Istana Negara

 

Prosedur Panjang untuk Mengikuti Upacara Bendera 

Oh ya, sebelum datang ke Istana Negara, saya dan beberapa teman netizen dibrief terlebih dahulu oleh pihak pengundang. Yang namanya acara negara ya, pastinya harus penuh tata tertib dan protokoler.

Sesuai di undangan, kami diminta untuk berpakaian khas daerah semisal kebaya. Karena saya berasal dari Batak, maka diminta memakai Ulos. Karena nggak mempersiapkan diri, saya hanya memakai batik. Yang penting khas Indonesia kan?

Selama Upacara Penurunan Bendera berlangsung, kami dilarang memotret, merekam video, atau aktivitas apa pun. Harus khidmat, tegasnya.

Meski upacara penurunan bendera berlangsung pukul 17.00 WIB, kami diharapkan hadir sebelum pukul 15.00 WIB. Lama juga, pikir saya. Tapi ternyata ya, untung lo saya datang pukul 13.30 WIB. Ada antrean panjang di pintu masuk, padahal baru dibuka pukul 14.00 WIB. Biasalah orang Indonesia, kalau nggak desak-desakan nggak seru tho?

Mau masuk ke Istana Negara pun begitu. Sudah jelas harus ngantre dengan tertib, saat pintu gerbang dibuka tutup, ada saja yang mendesak untuk masuk atau maju ke depan.

Setelah berhasil masuk, saya menukarkan kupon untuk konsumsi dan suvenir yang dikemas dengan cantik dan dalam tote bag yang buat saya sih, bagus bahan dan motifnya. Isi souvenirnya pun bagus. Topi, kaus, note book dan pulpen berwarna merah yang cantik.

 

17 Agustus di Istana Negara

 

Sebelum upacara berlangsung, tepat pukul 15.00 para undangan dihibur dengan berbagai atraksi seperti marching band dari anak-anak asuh Ustad Yusuf Mansyur, tarian dan nyanyian dari PT Kereta Api Indonesia, penyanyi Tulus, Bams dan Angel Paff.

Saya duduk di barisan undangan yang berasal dari netizen dan blogger seperti Mbak Tery Negeri Kita Sendiri, Chika Nadya, Relawan Pak Jokowi, LSM, NGO dan mantan pejabat tinggi negara. Tapi, nggak berhasil duduk di bangku barisan depan, karena sudah ditek-kin lebih dulu oleh undangan yang lebih dulu masuk 🙂

 

Apa Rasanya Menghadiri Upacara Penurunan Bendera 17 Agustus di Istana Negara? 

Kalau ngutip katanya Alid Abdul sih, emejing *hahahahapissyolid*

Walau sempat menjadi reporter surat kabar dan televisi yang pernah liputan di Istana Negara, saya belum pernah menghadiri event-event besar di tempat tinggal Presiden Republik Indonesia itu.  Dan selama ini melihat acara 17 Agustusan ya hanya lewat televisi.

Eh, pernah nggak berkhayal jadi petugas upacara bendera di Istana? Saya sih nggak pernah. Buat saya ketinggian itu impiannya. Hehehe. Cukup menjadi petugas upacara bendera tingkat sekolahan saja. Walau nih, kalau melihat mereka–petugas upacara bendera itu–terselip iri dengan prestasinya.

Sekarang, melihat langsung para petugas upacara bendera itu, rasanya ya tetap iri. Hahahaha. Kerenlah mereka semua yang terlibat dalam event nasional sekelas Upacara Bendera 17 Agustus.

 

Gimana Rasanya Melihat Pak Jokowi Langsung walau Nggak Melihat Terlalu Dekat?

Nah, ini susah dijelaskan. Mungkin karena nggak begitu dekat melihatnya, ya biasa-biasa saja. Saya lebih terpesona dengan antusiasme para undangan yang meneriakkan nama beliau. Bahkan ada yang nyolong-nyolong kesempatan untuk berfoto bersama Presiden Republik Indonesia itu. Walau hanya foto sekilas wajah.

Terharu juga ketika Pak Jokowi berjalan ke luar Istana Negara untuk menyapa warga yang tidak mendapat undangan dan tidak bisa masuk ke Istana. Mereka berebutan untuk bersalaman. Amazing-lah buat saya. Apalagi Pak Jokowi itu kan terkenal merakyat ya.

 

Menjelang magrib, Upacara Penurunan Bendera 17 Agustus 2017 berakhir. Sebelum dibubarkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan undangan dengan pakaian khas daerah yang menarik dan terbaik. Ada enam orang undangan dan mereka semua mendapatkan satu unit sepeda.

Setelah acara Parade Senja, yang merupakan pertunjukan khas tiap  perayaan 17 Agustus di Istana Negara, undangan pun dipersilakan untuk meninggalkan istana, kembali ke tempat masing-masing. Mumpung bisa masuk Istana Negara, tak ada satu pun undangan yang tak memanfaatkannya untuk berfoto-foto. Baik foto selfie atau pun foto bersama dengan para petugas upacara bendera.

Benar kata Taruli. Kalau kita nggak datang, nggak bakal tahu bagaimana rasanya menghadiri acara di Istana Negara. Saya jadi punya cerita yang ditulis di blog ini dan punya foto buat dipamerin di sosial media. Huehehehe. Sambil berharap dan berdoa, semoga tahun-tahun berikutnya bisa hadir di Upacara Kenaikan Bendera 17 Agustus di Istana Negara. Aamiin!

Ini sekilas video tentang parade senja. Belum canggih ngerekamnya.

 

 

23 Comments

  1. hamed September 30, 2017
  2. Fanny Fristhika Nila September 26, 2017
  3. Nusantara Furniture September 25, 2017
  4. Ayu Oktariani September 22, 2017
  5. Nusantara Furniture September 20, 2017
  6. HM Zwan September 13, 2017
  7. Ucig September 12, 2017
  8. Sie-thi Nurjanah August 28, 2017
  9. inayah August 27, 2017
  10. Adi Pradana August 24, 2017
  11. damarojat August 23, 2017
  12. Inung August 23, 2017
  13. Dwi Puspita August 23, 2017
  14. andiyani achmad August 23, 2017
  15. Ayu August 23, 2017
  16. Ikrom August 23, 2017
  17. Jaghost August 23, 2017
  18. imeldasutarno August 23, 2017
    • indahjuli August 23, 2017
  19. Cory Pramesti August 23, 2017
  20. nur rochma August 23, 2017
  21. Nurul Rahmawati August 23, 2017
  22. Atanasia Rian August 22, 2017

Leave a Reply